Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disahkan DPR, Berikut 7 Poin Penting Perubahan Kedua UU Otsus Papua

Kompas.com - 15/07/2021, 19:25 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Revisi kedua Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021 yang dilaksanakan pada Kamis (15/7/2021).

Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait Revisi UU Otsus Papua Komarudin Watubun mengungkapkan tujuh hal penting yang diubah dalam UU tersebut.

Adapun UU Otsus Papua hasil revisi ini, kata dia, telah mengubah atau merevisi 18 pasal yang terdiri dari 3 pasal usulan pemerintah, dan 15 pasal di luar usulan pemerintah.

Di luar 18 pasal tersebut, Pansus dan pemerintah juga menyepakati adanya tambahan 2 pasal dalam RUU Otsus Papua. Dengan demikian, total pasal dalam RUU tersebut sejumlah 20 pasal.

Baca juga: Rapat Paripurna, DPR Sahkan RUU Otsus Papua Jilid Dua

"Beberapa perubahan pasal adalah pertama, RUU ini mengakomodasi perlunya pengaturan kekhususan bagi Orang Asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian serta memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat," kata Komarudin dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (15/7/2021).

Komarudin menjelaskan, dalam bidang politik, perubahan itu dapat dilihat dengan diberikannya perluasan peran politik bagi Orang Asli Papua dalam keanggotaan di Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK).

Menurut politisi PDI-P itu, DPRK merupakan sebuah nomenklatur baru pengganti DPRD yang diinisiasi dalam RUU.

"RUU ini menegaskan pula bahwa kursi dari unsur pengangkatan anggota DPRK ini tidak boleh diisi dari partai politik, dan memberikan afirmasi 30 persen dari unsur perempuan. Penegasan ini juga berlaku bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan DPR dengan 18 Pasal yang Diubah, Apa Saja?

Sementara itu, dalam bidang pendidikan dan kesehatan, RUU ini telah mengatur mengenai kewajiban pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota untuk mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan untuk Orang Asli Papua.

Sehingga, dengan demikian Orang Asli Papua diklaimnya dapat menikmati pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi, dan tingkat kesehatan Orang Asli Papua juga akan semakin meningkat.

"Secara simultan, diharapkan indikator pendidikan dan kesehatan di Papua dapat meningkat," tuturnya.

Kemudian, dalam bidang ketenagakerjaan dan perekonomian, Komarudin mengungkapkan bahwa Pasal 38 RUU Otsus Papua telah menegaskan, dalam melakukan usaha-usaha perekonomian di Papua, wajib mengutamakan Orang Asli Papua.

Baca juga: UU Otsus Papua Disahkan, Ketua DPR: Sangat Ditunggu Masyarakat di Papua

Menurutnya, dengan hal itu maka anak-anak asli Papua yang memenuhi syarat pendidikan dapat direkrut menjadi tenaga kerja.

"Dalam bidang pemberdayaan, Pasal 36 ayat (2) huruf (d) menegaskan bahwa sebesar 10 persen dari dana bagi hasil dialokasikan untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat," kata dia.

Komarudin melihat, semakin berdaya masyarakat adat, akan menyentuh juga pemberdayaan bagi Orang Asli Papua.

Poin kedua yang disampaikannya adalah terkait lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPRP. Dalam RUU ini, diklaim bakal memberikan kepastian hukum bahwa MRP dan DPRP berkedudukan di masing-masing ibu kota provinsi dan dengan memberikan penjelasan mengenai penamaan masing-masing lembaga.

Menurutnya, hal ini agar tercipta kesamaan penyebutan nama untuk kegunaan administrasi pemerintahan.

"RUU ini juga memberikan penegasan bahwa anggota MRP tidak boleh berasal dari partai politik," tegasnya.

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan, Mendagri Sebut Pemerintah Akan Susun PP

Poin ketiga yaitu terkait partai politik lokal. RUU Otsus Papua menghapus dua ayat dalam Pasal 28 UU Otsus Papua.

Komarudin mengatakan, Pansus dan Pemerintah selama ini menilai Pasal 28 telah menimbulkan kesalahpahaman antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat terkait partai politik lokal.

Maka, lanjut dia, agar tidak terjadi perbedaan pandangan, RUU ini mengadopsi Putusan MK Nomor 41/PUU-XVII/2019 dengan menghapus ketentuan pada ayat (1) dan (2) Pasal 28.

"Sebagai wujud kekhususan di Papua, maka keanggotaan DPRP dan DPRK, selain dipilih juga dilakukan pengangkatan dari unsur Orang Asli Papua," kata Komarudin.

Dengan disediakannya ruang pengangkatan, lanjutnya, hal ini diharapkan dapat memenuhi keinginan nyata Orang Papua.

Poin keempat yaitu terkait Dana Otsus, Pansus menyadari bahwa persoalan Otsus Papua bukan semata-mata mengenai besaran dana.

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan, Wapres Akan Pimpin Badan Khusus di Papua

"Sekalipun Pansus DPR dan Pemerintah bersepakat bahwa dana otsus mengalami peningkatan dari 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional menjadi 2,25 persen. Namun, RUU ini telah memperkenalkan sebuah tata kelola baru bagi penggunaan dana otsus," jelas dia.

Selanjutnya pada poin kelima, hadirnya sebuah Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3).

Menurut Komarudin, Pansus dan Pemerintah menyadari bahwa selama 20 tahun berjalannya Otsus Papua, ada banyak program atau kegiatan yang dilakukan berbagai kementerian/lembaga di Papua yang tidak sinkron dan harmonis.

"Oleh karena itu, kehadiran BK-P3 yang diketuai langsung oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, dan Menteri Keuangan, serta masing-masing perwakilan dari setiap provinsi yang ada di Papua, dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan di Papua," kata dia.

Secara khusus, Pansus memberikan penekanan agar lembaga kesekretariatan badan khusus itu ada di Papua.

Komarudin berpendapat, hal ini juga merupakan simbol menghadirkan Istana di Papua, sebagaimana dicita-citakan Presiden Joko Widodo.

Poin keenam yaitu terkait pemekaran provinsi di Papua, Pansus dan Pemerintah menyepakati bahwa pemekaran provinsi di Papua selain dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP, juga dapat dilakukan oleh pemerintah dan DPR.

Pemerintah dan DPR juga dapat melakukan pemekaran provinsi tersebut tanpa melalui tahapan daerah persiapan.

"Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan dan aspirasi masyarakat Papua dan memberikan jaminan dan ruang kepada Orang Asli Papua dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian dan sosial budaya," jelasnya.

Baca juga: Demo Tolak Otsus Papua Dibubarkan, 23 Mahasiswa Ditahan Polisi

Poin ketujuh yaitu terkait peraturan pelaksanaan dari UU Otsus Papua yang terbaru. Ia menekankan bahwa RUU ini bercermin dari realisasi peraturan pelaksanaan UU yang lama, selalu terlambat.

Bahkan, lanjut Komarudin, ada realisasi peraturan pelaksaan yang belum terbentuk hingga sampai saat ini.

"Maka Pansus DPR bersama-sama pemerintah berkomitmen menghadirkan peraturan pelaksana dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) paling lambat 90 hari kerja dan bagi Perdasi diberi waktu satu tahun," tuturnya.

Lebih lanjut, sebagai bentuk komitmen DPR atas pelaksanaan UU Otsus Papua, maka DPR dan pemerintah melakukan sebuah terobosan hukum dengan mengatur bahwa penyusunan PP dikonsultasikan dengan DPR, DPD, dan Pemerintah Daerah tiap provinsi di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com