Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Pun Tak Hentikan Munculnya Kasus Korupsi...

Kompas.com - 14/07/2021, 19:25 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 melanda Indonesia 500 hari pada Rabu (14/7/2021), terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.

Kondisi pandemi di Indonesia belum menampakan bakal tuntas. Angka kasus justru melonjak dalam sebulan belakangan. Terutama setelah varian Delta diumumkan sudah memasuki Indonesia. 

Tak hanya virus, praktik korupsi nyatanya juga tidak terkendali di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air.

Sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat pandemi, termasuk dua menteri di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Sejak awal pandemi melanda di bulan Maret 2020, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan pihaknya tetap bekerja untuk mengendus dan menemukan tindak pidana korupsi. Penanganan pandemi Covid-19 juga pun tak luput dari pengawasan KPK.

Firli pun mengingatkan semua pihak agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah pandemi, terlebih ada ancaman hukuman mati bagi pelakunya.

"Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," tegas Firli dalam keterangan tertulis, 21 Maret 2020.

Korupsi Pejabat Negara

Meski sudah diperingatkan oleh Ketua KPK, nyatanya, praktik korupsi masih tetap terjadi.

Salah satunya, penindakan terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 November 2020.

Edhy ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta ketika baru kembali dari kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Tak hanya Edhy, belasan orang lain juga terjaring OTT di lokasi yang berbeda.

Setelah itu, KPK menetapkan total tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster tersebut.

Baca juga: Dituntut 5 Tahun Penjara, Edhy Prabowo: Saya Merasa Tidak Salah

Rinciannya, Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri selaku staf khusus Edhy, sekretaris pribadi Edhy Amiril Mukminin, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.

Sementara itu, Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan yang mendapat izin ekspor benih lobster.

Edhy diduga menggunakan perusahaan forwarder. Uangnya kemudian ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.

Selain itu, Edhy juga diduga menerima uang 100.000 dollar Amerika Serikat dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Baca juga: Eks Menteri KP Edhy Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara

Tak berselang lama, mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara juga tersandung kasus korupsi.

Bahkan, kasus yang menjerat Juliari berhubungan langsung dengan pandemi, yakni dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di tahun 2020.

Penetapan tersangka Juliari merupakan buntut dari OTT yang digelar KPK pada 5 Desember 2020.

Baca juga: Saksi Ungkap Kode 3 Jari Juliari untuk Bayar Hotma Sitompul

Adapun Juliari menjadi tersangka bersama Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

Juliari diduga menerima fee dari rekanan pada Kemensos sebesar Rp 10.000 per paket bansos. Total uang yang diduga diterima Juliari sebesar Rp 17 miliar yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadinya.

Gubernur Sulsel

Tersangkas kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021 Nurdin Abdullah berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (3/6/2021). Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan karena diduga menerima uang total Rp5,4 miliar dalam kasus tersebut. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Tersangkas kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021 Nurdin Abdullah berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (3/6/2021). Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan karena diduga menerima uang total Rp5,4 miliar dalam kasus tersebut. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Tak hanya Menteri, KPK pun menangkap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat 26 Februari 2021.

Nurdin ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan proyek infrastruktur bersama Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Balaumba, Agung Sucipto.

Nurdin diduga menerima uang sejumlah Rp 5,4 miliar dari beberapa kontraktor proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel.

Pertama, dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto terkait proyek infrastruktur di Sulsel tahun 2021. Salah satunya proyek Wisata Bira di tahun 2021.

Baca juga: Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah Segera Disidang di PN Tipikor Makassar

Agung pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sebesar Rp 2 Miliar kepada Nurdin melalui Edy Rahmat yang merupakan orang kepercayaan Nurdin.

Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain sebesar Rp 200 juta pada akhir tahun 2020.

Nurdin diduga menerima uang pada Februari 2021 dari kontraktor lainnya melalui ajudannya sebanyak  Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021menerima uang Rp 2,2 miliar.

Dari OTT tersebut, KPK mengamankan uang Rp 2 miliar dalam sebuah koper.

Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang dari Sejumlah Pihak ke Nurdin Abdullah

Bupati Bandung Barat

Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna berjalan memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/6/2021). KPK memeriksa Aa Umbara Sutisna terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana atau Bansos pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna berjalan memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/6/2021). KPK memeriksa Aa Umbara Sutisna terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana atau Bansos pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
Di kala pandemi, KPK juga menangkap kepada daerah tingkat bupati terkait dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat tahun 2020.

Para tersangka yakni Bupati Bandung Barat periode 2018-2023 Aa Umbara, pihak swasta yang juga anak Aa Umbara bernama Andri Wibawa, serta pemilik PT Jagat Dir Gantara dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang yakni M Totoh Gunawan.

Pada Maret 2020, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan melakukan refocusing anggaran APBD tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga (BTT).

April 2020, diduga ada pertemuan khusus antara Aa Umbara dengan Totoh Gunawan yang membahas penyedia pengadaan paket bahan pangan sembako pada Dinas Sosial KBB dengan kesepakatan adanya pemberian komitmen fee sebesar 6 persen dari nilai proyek.

Untuk merealisasikannya, Aa Umbara memerintahkan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat dan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa untuk memilih dan menetapkan Totoh Gunawan sebagai salah satu penyedia pengadaan paket sembako pada Dinas Sosial KBB.

Mei 2020, Andri Wibawa juga menemui ayahnya, Aa Umbara. Dalam pertemuan itu, ia meminta untuk turut dilibatkan menjadi salah satu penyedia pengadaan sembako dampak Covid-19 di KBB.

Permintaan Andri pun diamini Aa dan ditindaklanjuti dengan memerintahkan jajarannya agar menetapkan perusahaan Andri sebagai penyedia pengadaan paket sembako.

Kurun waktu April sampai dengan Agustus 2020, di wilayah Kabupaten Bandung Barat, dilakukan pembagian bantuan sosial bahan pangan dengan 2 jenis paket yaitu bantuan sosial Jaring Pengaman Sosial dan bantuan sosial terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar sebanyak 10 kali pembagian dengan total realisasi anggaran senilai Rp 52,1 Miliar.

Baca juga: Periksa 5 Saksi, KPK Dalami Dugaan Gratifikasi Bupati Bandung Barat Nonaktif Aa Umbara

Dengan menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri dan CV Satria Jakatamilung, Andri Wibawa mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp 36 Miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bansos JPS dan pengadaan paket bahan pangan Bansos JPS.

Sedangkan M Totoh Gunawan menggunakan PT Jagat Dir Gantara dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang mendapakan paket pekerjaan dengan total senilai Rp 15, 8 Miliar untuk pengadaan bahan pangan Bansos JPS dan Bansos PSBB

Dari kegiatan pegadaan tersebut, Aa Umbara diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp 1 Miliar sedangkan Totoh Gunawan diduga telah menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp 2 Milliar dan Andri Wibawa juga di duga menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp 2,7 Miliar.

Wacana Hukuman Mati

Karena tersandung kasus di tengah pandemi, wacana tuntutan hukuman mati bagi koruptor pun sempat jadi perhatian publik.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej pun angkat bicara. Menurut Eddy, kedua mantan menteri yang tersandung korupsi layak dihukum mati.

Selain karena diduga melakukan rasuah di tengah pandemi, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.

"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Eddy, 16 Februari 2021, dikutip dari Tribunnews.com.

Baca juga: Wamenkumham Sebut Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Hukuman Mati

Adapun Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi:

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00".

Kemudian, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa pidana mati dapat dijatuhkan apabila tindak pidana korupsi tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu.

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan pihaknya memahami harapan masyarakat mengenai tuntutan hukuman mati tersebut. Namun, sejauh ini, KPK baru menerapkan pasal terkait dugaan suap.

"Penanganan perkara oleh KPK dalam perkara dugaan suap benur di KKP dan bansos di Kemensos, saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimalnya sebagaimana ketentuan UU Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup,” ucap Ali dalam keterangan tertulis, 17 Februari 2021.

Ia membenarkan bahwa secara normatif dalam UU Tipikor, terutama Pasal 2 Ayat (2), hukuman mati diatur secara jelas dan dapat diterapkan.

Namun, Ali menuturkan, penerapannya harus memenuhi semua unsur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dan tak hanya pada terbuktinya unsur dalam keadaan tertentu.

Baca juga: Soal Ancaman Hukuman Mati bagi Mantan Mensos Juliari Batubara, Wakil Ketua KPK: Itu Dimungkinkan

Lebih lanjut, menurut Ali, pengembangan kasus tersebut dan penerapan pasal lainnya seperti Pasal 2 atau 3 UU Tipikor hingga UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), masih sangat dimungkinkan.

"Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud. Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan,” kata Ali.

Untuk diketahui, kasus Edhy Prabowo dan Juliari Batubara hingga kini masih bergulir di pengadilan. Edhy dituntut lima tahun penjara. Sementara Juliari masih tahap pemeriksaan saksi.

Sementara itu, kasus Nurdin Abdullah dan Aa Umbara baru akan dilakukan persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com