JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris mendukung penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Ia berpandangan, RUU tersebut mampu menyelamatkan bangsa, terutama generasi muda dari dampak minuman beralkohol.
"Sebuah undang-undang yang sangat penting bagi bangsa ini. Sebuah undang-undang yang Insya Allah mampu menyelamatkan bangsa, terutama generasi muda," kata Fahira, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/7/2021).
Baca juga: MUI Sepakat Dukung Nama RUU Larangan Minuman Beralkohol, Bukan Pengendalian
Fahira berpendapat, DPR akan mencatatkan sejarah apabila berhasil melahirkan UU Larangan Minuman Beralkohol.
Ia mengapresiasi Baleg yang menurutnya berkomitmen membahas RUU tersebut agar dapat disahkan tahun ini.
"Apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Baleg yang konsisten menjadikan RUU LMB ini sebagai prioritas untuk dibahas dan disahkan pada 2021 ini," ujarnya.
Fahira mengingatkan, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur minuman beralkohol.
Sementara, kata dia, hampir semua negara yang liberal sudah memiliki aturan tentang minuman beralkohol.
"Negara-negara itu sudah mempunyai aturan khusus terkait produksi, distribusi dan konsumsi minol yang tegas dan jelas. Misalnya, hampir semua negara bagian di Australia jika ada warga yang berusia 18 tahun dan ketahuan mengonsumsi maka akan mendapatkan hukuman, mulai dari denda hingga diproses pengadilan," tutur dia.
Baca juga: Rapat Baleg Putuskan Bentuk Panja RUU Larangan Minuman Beralkohol
Fahira mengungkapkan, denda yang dijatuhi terhadap masyarakat yang kedapatan mengonsumsi minuman beralkohol itu mencapai lebih dari Rp 7 juta.
Selain Australia, ia mencontohkan Jerman yang juga menerapkan aturan mengenai minuman beralkohol.
"Ada negara bagian yang sejak 2010 itu melarang toko menjual minuman beralkohol antara pukul 10 malam sampai 5 pagi," kata dia.
Kemudian, Inggris yang membatasi warganya mengonsumsi alkohol tidak boleh lebih dari 14 unit per minggu atau setara 6 hingga 7 gelas anggur.
Fahira menyimpulkan, negara-negara liberal di Eropa dan Amerika justru sangat tegas dan konsisten dalam mengatur minuman beralkohol.
"Selain itu kesadaran produsen dan penjual juga sangat tinggi untuk menjual minuman beralkohol sesuai aturan," terangnya.
Baca juga: Perdebatan RUU Larangan Minuman Beralkohol di Parlemen...
Selain itu, Fahira menuturkan, Singapura juga telah memiliki larangan pembelian dan penjualan alkohol, termasuk di tempat umum.
Aturan itu diberlakukan mulai pukul 22.30 sampai 07.00. Aturan tersebut disetujui parlemen Singapura pada 30 Januari 2013 dan mulai berlaku pada April 2013.
"Pelanggaran pertama kali akan didenda sampai dengan 1.000 dollar Singapura, sementara pelanggaran lebih dari satu kali, tahanan sampai dengan tiga bulan dan denda maksimal 2.000 dollar Singapura dapat dikenakan terhadap mereka," kata Fahira.
Adapun, DPR telah mengesahkan 33 RUU masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 pada rapat paripurna, Selasa (23/3/2021).
Adapun 33 RUU itu di antaranya terdiri dari usulan DPR (21), usulan pemerintah (10), usulan DPD (2).
Diketahui, RUU Larangan Minuman Beralkohol masuk dalam 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021 yang merupakan inisiatif DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.