Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

500 Hari Pandemi Covid-19: Masalah Pengangguran hingga Pekerja Anak

Kompas.com - 14/07/2021, 15:03 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia masih terus menunjukkan peningkatan. Angka penambahan kasus positif Covid-19 mulai melebihi 40.000 dalam satu hari belakangan ini.

Terhitung pandemi telah melanda selama 500 hari, sejak kasus positif pertama diumumkan pada 2 maret 2020.

Pandemi ini tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan masyarakat, tetapi juga ekonomi dan pendidikan.

Baca juga: 500 Hari Pandemi, Kasus-kasus yang Jadi Sorotan: Kerumunan Rizieq Shihab, Dokter Lois, hingga Antigen Bekas

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dikutip dari Kompas.id, secara umum tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2021 adalah 6,26 persen. Angka ini menurun dari posisi Agustus 2020 yang sebesar 7,07 persen.

Pada Februari 2020 ada 6,93 juta orang angkatan kerja yang menganggur. Dengan adanya Covid-19, jumlah penganggur meningkat menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020.

Setelah situasi ekonomi sedikit membaik, pada Februari 2021, jumlah penganggur menurun menjadi 8,75 juta orang.

Dari Februari 2020 ke Februari 2021 ada tambahan jumlah penganggur sebanyak 1,82 juta, dengan catatan 1,62 juta orang di antaranya menjadi penganggur karena kehilangan pekerjaan selama pandemi.

Salah satu kelompok yang merasakan dampak pandemi yakni pekerja rumah tangga. Sektor yang didominasi oleh perempuan ini menghadapi risiko berat, dari tertular Covid-19 hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan, kerentanan yang dialami PRT merupakan akibat belum adanya pengakuan dan perlindungan hukum dari negara.

“Akibat belum adanya pengakuan dan perlindungan terhadap PRT, pada situasi pandemi seperti saat ini banyak PRT kehilangan pekerjaan,” ungkap Theresia, dalam konferensi pers 15 Februari 2021.

Baca juga: 500 Hari Pandemi, Kontroversi Vaksinasi Gotong Royong hingga Vaksin Berbayar Individu

Hasil kajian Komnas Perempuan menunjukkan, pada masa pandemi kondisi kesehatan PRT terancam akibat tinggal di rumah majikan, tidak memiliki jaminan perlindungan kesehatan, dan terabaikan dari skema bantuan nasional.

Hasil survei Komnas Perempuan pada April hingga Mei 2020 menunjukkan adanya peningkatan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kekerasan terjadi pada perempuan yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta setiap bulan, berusia 31-40 tahun, memiliki 3 orang anak atau lebih, dan berada di 10 provinsi dengan paparan Covid-19 tertinggi.

Selain itu, berdasarkan catatan tahunan (Catahu) Komnas Perempuan pada 5 Maret 2021, kekerasan berbasis gender siber (KBGS) meningkat signifikan selama pandemi.

Pada 2019 terdapat 214 laporan terkait KBGS kemudian meningkat pada 2020 menjadi 940 KGBS.

Siswa-siswi SPM Negeri 1 Tebing Tinggi Timur, Sungai Tohor, Kepulauan Meranti, Riau mengikuti sekolah tatap muka Sabtu (13/2/2021). Sejak Januari sekolah ini sudah menerapkan pembelajaran tatap muka dengan sistem shift. Di Sungai Tohor, hingga saat ini belum ditemukan kasus positif Covid-19.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Siswa-siswi SPM Negeri 1 Tebing Tinggi Timur, Sungai Tohor, Kepulauan Meranti, Riau mengikuti sekolah tatap muka Sabtu (13/2/2021). Sejak Januari sekolah ini sudah menerapkan pembelajaran tatap muka dengan sistem shift. Di Sungai Tohor, hingga saat ini belum ditemukan kasus positif Covid-19.

Pekerja anak

Pandemi Covid-19 juga berdampak serius pada sektor pendidikan. Banyak anak putus sekolah karena kegiatan sekolah berubah, dari tatap muka menjadi jarak jauh atau daring.

Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, 18 Maret 2021 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (saat ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi) Nadiem Makarim mengatakan, salah satu alasan anak putus sekolah yakni bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

“Ini dampak riil dan dampak permanen yang bisa terjadi, anak itu putus sekolah karena anak harus bekerja, ini riil yang terjadi di lapangan,” ucap Nadiem.

Nadiem juga menyebutkan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) menyebabkan penurunan capaian belajar dengan kesenjangan makin lebar karena perbedaan akses dan kualitas pembelajaran.

Selain itu kekerasan terhadap anak di keluarga tidak terdeteksi oleh guru.

Baca juga: Angka Pekerja Anak di Indonesia Makin Mengkhawatirkan

Hal senada diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati.

Bintang mengatakan, PJJ selama pandemi Covid-19 berisiko meningkatkan jumlah pekerja anak. Hal tersebut karena ketimpangan akses teknologi informasi.

"Krisis ekonomi yang menyebabkan berkurangnya pekerja dewasa pada sektor-sektor tertentu, angka kematian yang tinggi dan ketimpangan sosial dalam akses teknologi informasi untuk pembelajaran jarak jauh dapat meningkatkan risiko lahirnya banyak pekerja anak baru di tengah pandemi," kata Bintang, dalam webinar Pencegahan Pekerja Anak, Rabu (23/6/2021).

Adapun anak yang bekerja merupakan anak yang melakukan pekerjaan dalam jangka waktu pendek, di luar waktu sekolah, dan tanpa unsur eksploitasi.

Misalnya, dalam rangka membantu orangtua, melatih tanggung jawab, disiplin atau keterampilan.

Usia minimum anak yang bekerja sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah 13 tahun, dengan syarat-syarat yang sangat ketat.

Sementara itu, pekerja anak melakukan pekerjaan secara intens sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan, keselamatan, dan tumbuh kembangnya.

Bintang mengatakan, fenomena pekerja anak merupakan akibat dari berbagai permasalahan sosial. Permasalahan itu semakin memuncak pada masa pandemi Covid-19.

Faktor penyebabnya bermacam-macam. Pada masa pandemi Covid-19 ini, Bintang khawatir jumlah pekerja anak akan terus bertambah.

"Angka pekerja anak di Indonesia hingga kini masih memprihatinkan dan bahkan semakin mengkhawatirkan setelah datangnya pandemi Covid-19," kata Bintang. 

Baca juga: 500 Hari Pandemi Covid-19 di Tengah Ancaman Berbagai Varian Virus Corona di Tanah Air

Berdasarkan data Sakernas pada Agustus 2020, diketahui 9,34 persen atau 3,36 juta anak usia 10-17 tahun bekerja. Dari 3,36 juta anak yang bekerja tersebut, sebanyak 1,17 juta merupakan pekerja anak.

"Anak yang dipekerjakan di bawah usia minimum yang diperbolehkan UU juga termasuk pekerja anak," kata Bintang.

Jika membandingkan data Sakernas 2020 dan 2019, kata dia, terlihat persentase pekerja anak di Indonesia meningkat dalam kurun waktu dua tahun terakhir. "Peningkatan pekerja anak justru terjadi pada kelompok umur 10-12 tahun dan 13-14 tahun," kata dia.

Dari data yang sama, pekerja anak lebih banyak berada di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan atau sekitar 4,12 persen berbanding 2,53 persen.

Pekerja anak laki-laki bahkan sedikit lebih banyak dibandingkan pekerja anak perempuan, yakni mencapai 3,34 persen berbanding 3,16 persen.

"Meskipun demikian, ILO menyebutkan terdapat kemungkinan bahwa banyak pekerjaan anak perempuan yang tidak terhitung karena mereka banyak mengerjakan beban perawatan tidak berbayar seperti mengurus rumah tangga," ujar Bintang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com