Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

500 Hari Pandemi Covid-19 di Tengah Ancaman Berbagai Varian Virus Corona di Tanah Air

Kompas.com - 14/07/2021, 07:46 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - 500 hari telah berlalu sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus perdana Covid-19 di wilayah Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu.

Ketika pandemi Covid-19 belum tertangani dengan baik, Indonesia kini sudah direpotkan dengan munculnya sejumlah varian baru virus corona yang masuk ke wilayah Tanah Air.

Kementerian Kesehatan mencatat, tiga varian yang masuk dalam daftar variant of concern oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah masuk ke Indonesia.

Ketiga varian itu adalah varian B.1.1.7 atau varian Alpha yang pertama kali ditemukan Inggris, B.1.351 atau varian Beta yang pertama ditemukan di Afrika Selatan, serta varian mutasi ganda B.1.617.2 atau varian Delta yang awalnya dari India.

Kemenkes mengungkap, pada awal Mei 2021 ditemukan varian Delta pada dua kasus positif Covid-19 di Jakarta. Kemudian, varian Beta satu kasus di Bali. Sedangkan 13 kasus positif Covid-19 di Indonesia diketahui sebagai penularan varian Alpha.

Dua bulan berlalu, varian-varian baru itu pun telah tersebar ke banyak provinsi. Dikutip dari infografik di situs litbang.kemkes.go.id, hingga 11 Juli 2021, terdapat 615 kasus varian Delta, 54 kasus varian Alpha, serta 12 kasus varian Beta.

Baca juga: Perbedaan Gejala Covid-19 Varian Delta dengan Umum

Sebanya 615 kasus varian Delta tersebar di 12 provinsi yakni 264 kasus di DKI Jakarta, 183 kasus di Jawa Barat, 92 kasus di Jawa Tengah, 18 kasus di Riau, 13 kasus di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Kemudian, 11 kasus di Sulawesi Selatan, 7 kasus di Banten, 4 kasus di Kalimantan Timur, masing-masing 3 kasus di Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Kalimantan tengah, serta 1 kasus di Gorontalo.

Sementara, sebaran varian Alpha adalah 35 kasus di DKI Jakarta; 9 kasus di Jawa Barat, 2 kasus di Jawa Timur dan Sumatera Utara, serta 1 kasus di Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Bali, dan Kalimantan Selatan.

Adapun kasus varian Beta tersebar 5 kasus di DKI Jakarta, 2 kasus di Jawa Barat, serta 1 kasus di Riau, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Selatan.

Selain tiga varian di atas, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangkes) Kesehatan Kementerian Kesehatan juga sempat mencatat keberadaan varian Kappa di DKI Jakarta dan Sumatera Selatan berdasarkan data pada 6 Juli 2021.

Berdasarkan data yang sama, Balitbangkes mendeteksi 4 kasus varian Eta di DKI Jakarta serta 1 kasus varian Iota di Bali.

Baca juga: Varian Delta Masih Menyebar, Menkes Minta Masyarakat Kurangi Mobilitas

Ancaman

Munculnya varian-varian baru virus corona, khususnya varian Delta, dinilai menjadi salah satu faktor yang menyebabkan lonjakan penularan Covid-19 pada pertengahan 2021.

WHO menggambarkan, varian Delta sebagai jenis virus corona tercepat dan terkuat yang pernah ada serta memiliki kemampuan menular yang sangat tinggi dibandingkan dengan varian lainnya.

Dikutip dari infografik Dinas Kesehatan DKI Jakarta, selain lebih menular, varian Delta juga menyebabkan gejala yang lebih banyak dibandingkan gejala yang disebabkan oleh varian umum.

Gejala yang disebabkan oleh varian Delta adalah demam, mual dan muntah, flu parah, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk, diare dan sakit perut, nyeri sendi, dan hilang selera makan.

Sedangkan, gejala varian umum 'hanya' sesak nafas, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, serta anosmia atau kehilangan indera penciuman dan perasa.

Epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman mengatakan, dengan dominasi varian Delta di Indonesia, pemerintah harus bersiap untuk mengahadapi lonjakan kasus yang diperkirakan puncaknya terjadi pada Juli 2021.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Jadi Tantangan Utama akibat Covid-19 Varian Delta

"Pemerintah harus merespons data ini dengan benar. Pengalaman di banyak negara, untuk meresponsnya harus perkuat respons, apa pun vaksin harus dipercepat untuk mengurangi jumlah orang berpotensi jadi berat jika terinfeksi walaupun tetap bisa tertular,” ujarnya.

Ia juga menyebut, vaksinasi tidak bisa menjadi solusi tunggal untuk mengatasi penyebaran varian Delta.

"Kita harus perkuat deteksi dan isolasi penyebaran virus ini sejak di hulu melalui tes dan lacak yang masif. Sejauh ini tes tidak memadai. Harusnya kalau ditemukan 20.000 kasus aktif hari ini, besoknya minimal harus tes sebanyak 400.000, ini kita masih jauh," katanya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun meminta masyarakat untuk mengurangi mobilitas ke luar rumah selama varian Delta masih menyebar di beberapa daerah.

"Kita harus bisa mengurangi pergerakan secara disiplin, kemudian jangan ke mana-mana dahulu di masa varian Delta ini menyebar," kata Budi, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR secara virtual, Selasa (13/7/2021).

Ia menegaskan, mobilitas penduduk di sisi hulu mesti dikendalikan agar laju penularan Covid-19 tidak membebani kerja rumah sakit di sisi hilir.

Baca juga: Bio Saliva Diklaim Bisa Deteksi 10 Varian Mutasi Covid-19

Tutup Pintu

Penyebaran berbagai varian baru virus corona menjadi ujian ketegasan pemerintah untuk menutup pintu masuk Indonesia dari luar negeri.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Slamet Budiarto mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang tidak menutup pintu perjalanan internasional.

Sehingga, varian Delta yang diketahui lebih cepat menyebar, masuk ke dalam negeri.

"Ini gara-gara kita teledor, dari luar negeri, kenapa yang disalahin orang mudik? Mudik memang faktor untuk memperbesar saja, tapi faktor utama penyebabnya kan virus Delta," ujar Wakil Ketua Umum Pengurus IDI, Slamet Budiarto, kepada Kompas.com, Minggu (27/6/2021).

Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah menutup pintu masuk ke Indonesia.

"Harus (menutup pintu masuk), kalau tidak (menutup pintu masuk) total pun bisa karantina, misal karantina kemarin cuma tiga atau lima hari sekarang harus 10 hari kan bisa," kata dia.

Sementara, Dicky menilai pintu masuk perjalanan internasional tidak perlu ditutup asalkan pemerintah memperkuat screening di setiap pintu masuk.

Baca juga: Menkes Jadikan Nilai CT Value yang Rendah Sebagai Indikasi Suatu Daerah Telah Dimasuki Varian Delta

Senada dengan Slamet, ia juga mengusulkan perpanjangan durasi karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri menjadi 14 hari dan 7 hari tambahan untuk pelaku perjalanan dari negara yang terdeteksi varian Delta dan Alpha.

"Sementara ditutup dari negara yang sedang melonjak bisa saja dilakukan, tapi saya tidak posisi mendukung juga ya karena internasional health regulation menyebutkan tidak, sekali lagi esensinya adalah penguatan sisi screening," kata Dicky.

Desakan agar pemerintah menutup pintu masuk perjalanan internasional juga disuarakan oleh sejumlah legislator di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Wakil Ketua Komisi V DPR Syarief Alkadire mengatakan, kebijakan pembatasan yang selama ini diambil pemerintah tidak cukup karena potensi masuknya varian baru virus Corona masih terbuka.

"Kita menyarankan sebaiknya itu ditutup untuk sementara selama PPKM Darurat ini diberlakukan. Karena kita (tahu) varian ini kan sudah mulai bertransformasi kepada kita. Artinya ini kan memang harus hati-hati terutama yang datang dari luar," kata Syarief.

Di sisi lain, kebijakan membuka pintu masuk ke Indonesia juga dinilai inkonsisten dengan kebijakan PPKM darurat yang diterapkan oleh pemerintah untuk membatasi mobilitas masyarakat.

Baca juga: Fakta Varian Lambda, Mutasi yang Berpotensi Tingkatkan Penularan Covid-19

Terlebih, terdapat kasus masuknya sejumlah tenaga kerja asing (TKA) yang dinilai sensitif oleh sebagian pihak.

"Di saat dalam negeri sedang melakukan pengetatan kegiatan masyarakat, tiba-tiba kita mendapat kabar ada ratusan TKA yang masuk ke Indonesia. Tentu ini membuat kita semua kecewa," ujar anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Syahrul Adi.

Kendati desakan untuk memperketat pintu masuk menguat, pemerintah tetap bergeming dengan berdalih bahwa WHO tidak menginstruksikan hal tersebut.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan, WHO justru merekomendasikan agar sejumlah sektor diprioritaskan dalam perjalanan internasional.

Sektor-sektor tersebut adalah keadaan darurat dan tindakan kemanusiaan, perjalanan personel esensial dan sangat penting seperti pemulangan warga negara, serta transportasi kargo untuk persediaan penting seperti makanan, obat-obatan dan bahan bakar.

"WHO mewanti-wanti bahwa pelaku perjalanan internasional tidak boleh dianggap sebagai tersangka utama penyebar Covid-19," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com