Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanksi Etik 2 Penyidik KPK Dinilai Tambah Daftar Kejanggalan Penanganan Kasus Bansos

Kompas.com - 13/07/2021, 23:06 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sanksi etik pada dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap menambah daftar kejanggalan pengungkapan perkara korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan sanksi etik tersebut menambah daftar kejanggalan dalam penanganan perkara yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai terdakwa.

"Bagi ICW putusan Dewas KPK terhadap dua penyidik dugaan korupsi pengadaan bansos kian melengkapi kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut," kata Kurnia dihubungi Kompas.com, Selasa (13/7/2021).

Baca juga: Saat Dua Penyidik KPK Kasus Bansos Covid-19 Dinyatakan Bersalah Lakukan Pelanggaran Etik...

Daftar kejanggalan itu, lanjut Kurnia adalah keengganan memproses dugaan keterlibatan dua orang politisi, hingga hilangnya sejumlah nama dalam surat dakwaan.

"Mulai dari ketidakmauan memproses dua orang politisi, keterlambatan penggeledahan, pemberhentian Kasatgas Penyidik dan Penyidik melalui Tes Wawasan Kebangsaan, serta hilangnya sejumlah nama dalam surat dakwaan," sambung Kurnia.

Kurnia juga menyebut sanksi etik yang dilakukan pada dua penyidik KPK menunjukan Dewas tebang pilih dalam penanganan perkara.

"Dewas KPK sangat kencang memproses pegawai KPK, tapi enggan menindaklanjuti pelanggaran etik Pimpinan KPK," tuturnya.

"Ada sejumlah laporan dugaan pelanggaran yang menyasar pimpinan, terutama Ketua KPK, namun diabaikan begitu saja atau prosesnya berjalan sangat lambat," jelas dia.

Kurnia memaparkan beberapa dugaan pelanggaran etik yang melibatkan pimpinan KPK antara lain kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kuitansi palsu penggunaan helikopter, penyelenggaraan TWK, dan dugaan adanya komunikasi antara Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar dan Wali Kota Nonaktit Tanjungbalai, Muhamad Syahrial.

Selain itu Kurnia juga menjelaskan bahwa pelapor dua penyidik KPK itu diduga terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket bansos Covid-19.

Kurnia menyebut yang melaporkan kedua penyidik tersebut adalah pihak yang kemungkinan terlibat pada dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket bansos Covid-19 yaitu Agustri Yogasmara.

"Hal tersebut tergambar jelas dalam forum rekonstruksi KPK yang secara jelas menyebutkan adanya aliran dana dan pemberian sepeda brompton kepada anggota DPR RI melalui Agustri Yogasmara," imbuh dia.

Kurnia juga mengungkapkan bahwa Dewas KPK mestinya bukan memproses pelanggaran kode etik pada pegawai KPK.

"Dewan Pengawas semestinya bukan memproses etik penyidik, akan tetapi menyidangkan Pimpinan KPK terkait kejanggalan penanganan perkara bonsos," pungkas dia.

Diketahui dua penyidik KPK Praswad Nugraha dan Nur Prayogo mendapatkan sanksi etik dari Dewas KPK.

Baca juga: MAKI Bandingkan Sanksi Etik terhadap Dua Penyidik KPK dan Firli Bahuri

Putusan itu diambil dalam sidang etik Dewas KPK yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sarjono, dengan dua Anggota Majelis Hakim yaitu Alrbertina Ho dan Syamsudin Haris, Senin (12/7/2021) kemarin.

Dewas memutuskan Praswad Nugraha dijatuhkan sanksi sedang yaitu pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan.

Sedangkan Nur Prayogo mendapat sanksi ringan berupa tegurwan tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama 3 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com