JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Hendrik Lewerissa mengaku kaget ketika mendengar paparan dari Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso yang menyebutkan bahwa Sierra Leone memiliki undang-undang (UU) khusus mengatur tindak pidana seksual.
Padahal, ia menilai Sierra Leone pernah dianggap negara hampir gagal, tetapi tetap mementingkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana terkait kekerasan seksual.
"Agak kaget juga tadi disampaikan bahwa UU yang mengatur soal kekerasan seksual dengan nama 'The Sexual Offences' itu ada di negara seperti Sierra Leone bahkan sudah sembilan tahun lamanya," kata Hendrik dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR terkait Penyusunan RUU PKS, Selasa (13/7/2021).
Baca juga: RUU PKS Dinilai Bukan Hanya Desakan dari Perempuan, KPI: Itu Suara Korban
Ia merasa heran melihat Sierra Leone yang memiliki UU tersebut, sedangkan Indonesia belum memiliki UU mengatur tindak pidana seksual.
Padahal, ia mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang seharusnya juga memperhatikan aturan tentang tindak pidana kekerasan seksual.
"Kalau Sierra Leone yang negara Afrika yang masuk dalam kategori negara hampir gagal atau failed state saja, norma hukum yang mengatur kejahatan seksual itu sudah ada, apalagi kita yang Indonesia negara hukum?" ucap Hendrik.
Untuk itu, politisi Partai Gerindra itu menilai bahwa Indonesia tak perlu berlarut-larut dalam membahas RUU PKS agar disahkan menjadi UU.
Baca juga: Koalisi Perempuan: Jika RUU PKS Dianggap Tak Penting, Negara Biarkan Kekerasan Seksual
Ia menambahkan, berbagai studi ilmiah juga menunjukkan publik menghendaki adanya RUU PKS. Hal ini terlihat dari pendekatan riset yang dilakukan yang terbukti secara empiris.
"Ini kebutuhan hukum. Apalagi yang kita tunggu?" kata dia.
Kendati demikian, ia tetap menilai bahwa penyusunan RUU PKS harus dilakukan secara komprehensif agar menjadi undang-undang yang baik.
Oleh karena itu, Baleg telah mengadakan sejumlah rapat dengar pendapat umum dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat, agama atau akademisi untuk meminta masukan atau saran dalam penyusunan RUU.
"Jadi itu sesuatu yang baik sekali, masukan-masukan dari narasumber. Menurut saya, semakin hari semakin menambah wacana kita untuk tiba pada satu gagasan merumuskan norma hukum RUU PKS secara baik," tutur Hendrik.
Baca juga: Kasus Polisi Pemerkosa Remaja Briptu Nikmal dan Desakan Penyelesaian RUU PKS...