JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dua penyidik KPK Mochammad Praswad Nugraha dan Muhammad Nur Prayoga terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Adapun putusan tersebut dinyatakan dalam sidang etik Dewan Pengawas KPK yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Harjono dan dua Anggota Majelis Albertina Ho dan Syamsuddin Haris pada Senin (12/7/2021)
Kedua penyidik itu dinyatakan bersalah melakukan perundungan dan pelecehan kepada salah satu saksi dalam perkara bansos Covid-19 bernama Agustri Yogasmara alias Yogas.
"Mengadili, menyatakan para terperiksa I Mochammad Praswad Nugraha, II M Nur Prayoga bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain," kata Ketua Majelis Sidang Dewas, Harjono dalam konferensi pers, Senin.
Dalam sidang etik tersebut, Harjono juga menyatakan kedua penyidik KPK itu diberi sanksi yang terdiri dari sanksi ringan dan sedang.
Praswad Nugraha diberi sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan.
Sedangkan, Nur Prayoga diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama 3 bulan.
Adapun hal memberatkan keduanya adalah mereka sebagai penyidik telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan.
Sedangkan hal meringankan yaitu kedua penyidik mengakui terus terang akan perbuatannya.
Bahkan, penyidik Nur Prayoga menyatakan sangat menyesal atas perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi.
Harjono menyebut, putusan yang dibacakan dalam sidang Dewas tersebut telah melalui berbagai proses mulai dari mendengar saksi-saksi, mengumpulkan bukti-bukti dan hingga meminta keterangan ahli yang diajukan.
Perbedaan Hukuman
Di sisi lain, awak media mempertanyakan perbedaan hukuman yang diberikan Dewan Pengawas kepada penyidik KPK dan sebelumnya kepada Ketua KPK Firli Bahuri terkait pelanggaran etik.
Firli dijatuhi sanksi teguran tertulis II setelah melakukan pelanggaran etik terkait gaya hidup mewah menggunakan helikopter sewaan dalam perjalanan pribadinya.
"Kalau ditanya kenapa ini sedang kemudian Pak Ketua (Firli Bahuri) yang menggunakan helikopter itu ringan, teman-teman media mungkin bisa membaca nanti atau mungkin sudah mendengar ada pertimbangan yang sudah disampaikan oleh majelis," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho.
Baca juga: Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik, Dua Penyidik KPK Diberi Sanksi Potongan Gaji-Teguran Tertulis
"Jadi pertimbangan sudah disampaikan dalam setiap putusan, nah di situ akan kelihatan kenapa ini dihukum ringan dan kenapa ini sedang," ucap Albertina.
Albertina pun menjelaskan bahwa pertimbangan hukum yang dilakukan Dewan Pengawas KPK untuk menjatuhi sanksi tidak bisa dihitung seperti matematika.
Majelis Sidang Etik Dewas, kata dia, melihat berbagai pertimbangan hukum dari pelanggaran yang dilakukan oleh terperiksa.
"Mengenai masalah pelanggaran etik ini, ini termasuk ilmu sosial yang tidak ada hitung-hitungannya seperti matematika yang kalau begini, ini pasti begini," ujar Albertina.
"Karena berbagai pertimbangan, dan pertimbangan itu semua ada di dalam pertimbangan hukum, silakan teman-teman media melihat itu," tutur dia
Adapun pelaporan terhadap Praswad Nugraha dan Nur Prayoga ke Dewan Pengawas KPK atas dugaan intimidasi dilakukan sendiri oleh saksi yang mengalami intimidasi yaitu Agustri Yogaswara alias Yogas.
Dinilai sebagai serangan balik
Menanggapi putusan sidang etik tersebut, penyidik KPK Praswad Nugraha menilai, laporan pelanggaran kode etik tersebut merupakan bentuk serangan balik terhadap upaya pemberantasan korupsi dan bukan hal baru bagi KPK.
"Sehingga laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp 6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana Covid-19," kata Praswad dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin.
Baca juga: Dua Penyidik KPK Kasus Bansos Covid-19 Lakukan Pelanggaran Etik
Praswad mengatakan, dalam pembacaan putusan disebutkan potongan kata-kata yang dirinya lontarkan terhadap pelapor yang lepas dari konteks kejadian secara keseluruhan.
Beberapa potongan yang dilepaskan dari konteks antara lain, suasana dan intonasi saat komunikasi dengan saksi yang serta latar belakang dialog yang terjadi 3-4 jam sebelumnya.
Selain itu, menurut Praswad, dirinya melakukan upaya peringatan kepada pelapor yang saat itu sebagai saksi untuk tidak melanggar pasal pemidanaan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti lainnya.
"Peringatan tersebut muncul sebagai upaya kami untuk menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Agustri Yogasmara terhadap saksi lainnya, serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan," ucap Praswad.
"Kami menegaskan, hukuman terhadap kami bukanlah sesuatu yang luar biasa dibandingkan dengan penderitaan dari para korban bansos, korban PHK, rekan-rekan disabilitas," tutur dia.
Praswad menuturkan, perkara korupsi bansos Covid-19 tersebut telah merampas hak-hak rakyat dengan cara melawan hukum dan tidak manusiawi yang dilakukan di tengah pandemi.
Ia pun berharap agar tidak ada lagi rekan-rekan lainnya, baik pegawai maupun para penyidik KPK yang menjadi korban atas upaya dan perjuangan membongkar perkara mega korupsi yang ada di Indonesia.
"Kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," tutur Praswad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.