Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Janggal, Penanganan Kasus Korupsi Bansos Jadi Salah Satu yang Terburuk di KPK

Kompas.com - 12/07/2021, 17:29 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai penanganan dugaan kasus korupsi paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 menjadi salah satu yang terburuk di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.

Kurnia memaparkan beberapa poin kejanggalan KPK dalam menangani perkara yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tersebut.

"Pertama, keterlambatan pemanggilan saksi. Misalnya Ikhsan Yunus, baru dipanggil KPK satu bulan setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilakukan," sebut Kurnia dalam diskusi daring yang dilakukan ICW, Senin (12/7/2021).

Baca juga: Sidang Korupsi Bansos, Saksi Ungkap Pemilik Perusahaan Penyuplai Barang ke Kemensos

Selain itu, Kurnia juga menyebut bahwa KPK tidak melakukan penyidikan pada pemanggilan Ketua Komisi III DPR Herman Hery.

KPK, lanjut Kurnia, justru melakukan penyelidikkan ulang, bukan memanggil dalam tataran penyidikkan.

"Semestinya dalam proses penyidikan perkara suap sudah bisa dipanggil pihak-pihak tersebut. Tidak mesti menunggu proses penyelidikan. Yang kita tidak tahu penyelidikan dalam rangka apa, dalam konteks apa, KPK membuka lembaran baru penanganan perkara korupsi bansos tersebut," jelas dia.

Kurnia juga mengatakan terdapat dugaan kebocoran informasi dalam penanganan korupsi paket bansos, sehingga beberapa penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK tidak menemukan barang bukti apa pun.

Lalu, hilangnya sejumlah nama dalam dakwaan KPK, yang sebelumnya disebutkan dalam proses rekonstruksi perkara.

"Ini tentu janggal karena sebelum KPK melimpahkan berkas ke persidangan, kita tahu bahwa KPK sempat mengadakan rekonstruksi, yang mana rekonstruksi itu menjelaskan secara clear keterlibatan beberapa pihak," ungkap Kurnia.

"Satu di antaranya yang disebut namanya adalah Agustri Yogasmara. Dalam rekonstruksi ditulis dalam papan nama yang digunakan dia adalah operator Ikhsan Yunus, dan mendapatkan uang miliaran rupiah serta sepeda Brompton saat itu," sambungnya.

Kurnia menduga bahwa penghilangan sejumlah nama dalam surat dakwaan dilakukan oleh penentu kebijakan di KPK.

"Bisa direktur penyidikkan, deputi penindakan bahkan besar kemungkinan dilakukan sendiri oleh pimpinan KPK," ucapnya.

Kemudian adanya putusan pelanggaran kode etik dua penyidik KPK terkait perkara bansos.

Kurnia curiga bahwa hal ini merupakan bentuk perlawanan pada pihak-pihak didalam internal KPK yang turut serta melakukan pengungkapan perkara korupsi tersebut.

"Konsekuensi serius dalam putusan Dewas itu bisa digunakan oleh pelaku korupsi, untuk menyatakan penyidikkan KPK tidak sah. Itu bahaya," tutur dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com