Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sesuai Undang-undang, Epidemiolog Sebut Vaksinasi Harus Gratis

Kompas.com - 12/07/2021, 13:12 WIB
Wahyuni Sahara

Penulis

-

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia, muncul wacana vaksinasi Covid-19 berbayar melalui Kimia Farma. 

Padahal seharusnya, menurut ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Iwan Ariawan, vaksin Covid-19 dalam situasi darurat seperti saat ini dapat diakses secara cuma-cuma atau gratis bagi masyarakat.

Hal ini sesuai dengan prinsip dasar dalam amanat undang-undang, yaitu vaksin untuk mengatasi bencana non-alam seperti pandemi Covid-19 harus bisa diakses setiap warga.

"Seharusnya dalam kondisi pandemi, vaksin gratis untuk seluruh rakyat. Supaya kita bisa segera mencapai cakupan vaksinasi tinggi untuk mengatasi pandemi," kata Iwan saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/7/2021).

Baca juga: Kimia Farma Sebut Vaksinasi Gotong Royong Individu Bukan Komersialisasi

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman.

"Siapa pun kalau memang situasi seperti ini harus gratis," ujar Dicky.

Program vaksinasi berbayar dalam situasi darurat seperti ini ini, kata Dicky, bertentangan dengan amanat undang-undang.

"Vaksin dalam situasi darurat harus dijamin ketersediaannya, aksesnya pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kalau berbayar itu jadi selain bertentangan dengan amanat konstitusi kita," kata dia.

Baca juga: Vaksinasi Berbayar Ditunda, Epidemiolog: Regulasi Harus Diperbaiki, Tak Ada Ruang untuk Vaksin Berbayar

Di negara-negara maju, kata Dicky, tidak ada vaksin berbayar. Justru masyarakat yang mau divaksinasi diberikan reward oleh pemerintahnya.

"Di dunia ini enggak ada vaksin yang berbayar. Ada juga dibayar. Orang yang divaksin itu orangnya dibayar. Begitu di negara maju. Ini karena begitu pentingnya ya," jelasnya.

Banyak mudaratnya

Vaksinasi berbayar dalam kondisi darurat Covid-19 seperti saat ini, menurut Dicky bisa menimbulkan berbagai masalah baru.

Di antaranya menimbulkan masalah ketidaksetaraan atau diskriminasi. Ditambah lagi munculnya kemungkinan vaksin palsu atau penyalahgunaan vaksin.

"Kalau berbayar itu ada potensi vaksin palsu. Kontraproduktif lagi. Dan kalau bicara ini, skema vaksin gotong royong sampe sekarang kan enggak juga efektif," jelasnya.

Baca juga: Vaksinasi Berbayar Dikhawatirkan Bebani Buruh, KSPI: Negara Abaikan Hak Sehat Rakyat

Selain itu, dengan kondisi ekonomi yang lemah saat ini akibat pandemi, masyarakat pasti akan lebih memilih vaksin Covid-19 gratis dibandingkan dengan vaksin yang berbayar. 

"Kalau ada sebagian berbayar, yang itu akan nyari yang gratis juga gitu. Dan itu jadi mangkrak, akan jadi masalah. Beda situasinya kalau bukan darurat," katanya.

Pemerintah diminta terbuka

Namun, bila pemerintah memiliki keterbatasan pendanaan dalam menyediakan vaksin, kata Dicky, pemerintah harus terbuka terhadap masyarakat.

"Tapi kalau misalnya pemerintah enggak punya uang. Ya bicara saja. Terus terang," kata Dicky.

Baca juga: Epidemiolog Minta Pemerintah Terbuka jika Tak Mampu Sediakan Vaksin Covid-19 Gratis

Menurut Dicky, keterbukaan dari pemerintah bisa menghadirkan solusi baru dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Keterbukaan ini akan menghadirkan masukan dan solusi. Jangan sampe ini enggak jelas. Karena ini enggak ada yang mendasari secara keilmuan bahwa dalam situasi pandemi harus berbayar," ujarnya.

Oleh karena itu, Dicky menegaskan, bila pemerintah ingin melibatkan masyarakat dalam rangka vaksinasi berbayar, maka sebaiknya harus didiskusikan terlebih dahulu.

"Tapi kalau enggak punya uang, misal seperti negara miskin seperti Afrika minta bantuan hibah. Kita kan ada nih hibah. Kalau misalnya masyarakat dilibatkan. Ya dibicarakan saja," kata Dicky.

"Ada DPR, ada perwakilan masyarakat. Ini kan masalah bersama. Ya kita bicarakan kalau enggak ada uang. Strategi kemasyarakatan ya nanti kita bisa diskusikan," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com