JAKARTA, KOMPAS.com - Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Rohika Kurniadi Sari mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya pencegahan perkawinan anak.
Perkawinan anak sebagai tradisi di masyarakat menjadi salah satu tantangan yang dihadapi selain tidak adanya ketahanan (resiliensi) anak.
"Tantangan dalam upaya pencegahan perkawinan anak diantaranya tidak semua anak memiliki resiliensi yang tinggi dan perilaku berisiko pada remaja, langgengnya praktik perkawinan anak sebagai bagian dari tradisi dalam masyarakat," kata Rohika dikutip dari siaran pers, Senin (12/7/2021).
Baca juga: Kementerian PPPA Terapkan Sejumlah Strategi Turunkan Angka Perkawinan Anak Indonesia
Di samping itu, Rohika juga mengungkap tantangan lainnya yang dihadapi adalah belum optimalnya pelaksanaan peraturan yang mendukung pencegahan perkawinan anak.
Ini termasuk belum optimalnya komitmen dan koordinasi layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak.
Berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak pada 2020, kata dia, 1 dari 9 anak di Indonesia menikah.
"Banyak dampak negatif yang disebabkan dari perkawinan anak, di antaranya hilangnya hak anak terhadap pendidikan, tumbuh, dan berkembang," kata dia.
Baca juga: Kementerian PPPA: RI 10 Besar Angka Perkawinan Anak Tertinggi di Dunia
Oleh karena itu, perkawinan anak pun harus dicegah.
Upaya pencegahan itu, kata dia, harus dilakukan bersama oleh seluruh pilar pembangunan bangsa.
"Termasuk peran anak itu sendiri demi menyadarkan masyarakat betapa perkawinan anak dapat merenggut masa depan anak yang cerah," ucap Rohika.
Sementara itu, Perwakilan End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia Rio Hendra mengatakan, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Baca juga: Kementerian PPPA Harap Sinetron Tidak Berdampak Negatif hingga Sebabkan Perkawinan Anak
Pada kondisi pandemi saat ini, kata dia, jumlah perkawinan anak semakin meningkat di berbagai daerah.
Bahkan selama tahun 2020, kata dia, angka permohonan dispensasi kawin yang diajukan memprihatinkan.
Data Badan Peradilan Agama (Badilag) pada 2020 mencatat, permohonan dispensasi kawin yang masuk mencapai 65.302 atau meningkat tiga kali lipat dibanding tahun 2019.
"Beberapa alasan terjadinya perkawinan anak, khususnya anak perempuan, di antaranya alasan ekonomi, dampak belajar secara daring, pergaulan yang tidak semestinya dengan teman sebaya atau orang dewasa, nilai budaya, serta perkawinan yang dilakukan secara terpaksa karena menjadi korban kekerasan seksual," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.