Saat ini tengah dilakukan uji post market BioSaliva di tiga laboratorium, yaitu Lab Mikrobiologi FK Universitas Indonesia, Lab Biomedik Lanjut FK Universitas Padjadjaran, dan Lab Mikrobiologi Klinik FK Universitas Airlangga.
Per awal Juli 2021, masyarakat sudah bisa mendaftar untuk tes PCR dengan metode gargle tersebut di Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium (GSI Lab), Jakarta.
Diharapkan, dalam waktu dekat bisa juga digunakan di seluruh Indonesia. Adapun BioSaliva telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 1 April 2021, dengan Nomor Kemenkes RI AKD 10302120673.
Baca juga: Kemenkes: Pelacakan Covid-19 di Jawa-Bali Masih Sangat Rendah
Ke depannya juga diharapkan proses pengambilan sampel dengan BioSaliva dapat dilakukan di area nonmedis dengan pengawasan tenaga kesehatan.
Hal itu dapat mengurangi kerumunan dan menghindari kontak. Keunggulan lainnya, pengambilan sampel dalam jumlah sangat besar bisa dilakukan tanpa perlu menambah tenaga medis.
Tak bisa gantikan PCR
Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, BioSaliva bisa digunakan untuk screening kasus Covid-19. Namun, belum bisa menggantikan PCR untuk mendiagnosis kasus positif Covid-19.
"Kalau untuk menggantikan PCR enggak lah, tapi ini bisa diandalkan untuk alat screening bisa, kalau untuk diagnosis ya tetap PCR untuk konfirmasi," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/7/2021).
Baca juga: Soal BioSaliva, Epidemiolog: Untuk Screening Bisa, tapi Tak Bisa Gantikan PCR
Ia menilai, BioSaliva bisa digunakan untuk pemeriksaan Covid-19 dalam pelacakan kontak erat atau tracing, karena akurasi alat tersebut sudah teruji dan memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Dan memang sudah akurasinya sudah teruji dan memenuhi standar WHO, karena sensitivitasnya minimal harus sama atau lebih dari 80 persen, spesifiksitasnya minimal sama atau lebih dari 97 persen, dan yang saya tahu yang ada saat ini sudah memenuhi," ujarnya.
Dicky mengingatkan, dalam strategi kesehatan masyarakat, pemerintah sebaiknya tidak hanya memperhatikan aspek sensitivitas, namun juga aspek efektivitas dan efisiensi.
Baca juga: Aturan Baru Naik Pesawat: Pemeriksaan PCR/Antigen di 742 Lab dan Manfaat Aplikasi PeduliLindungi
Ia mengatakan, BioSaliva memang sudah teruji memiliki sensitivitas sesuai standar WHO, akan tetapi pemerintah harus melihat aspek efektivitas dan efisiensinya.
"Kalau bicara program screening secara keseluruhan harganya mahal, saya enggak tahu kalau di Indonesia berapa. Jadi kalau program screening tetap diarahkan ke yang lebih praktis dalam pemakaian maupun harganya terjangkau, karena pemerintah tidak membuat ini free, kecuali kalau ini free," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.