"Jika tidak (mengajukan kasasi), maka dugaan publik selama ini kian terkonfirmasi bahwa Kejaksaan Agung sedari awal memang ingin melindungi dan berharap agar Pinangki dihukum rendah," kata Kurnia saat dihubungi, Senin (5/7/2021).
Menurut Kurnia, Pinangki layak mendapatkan hukuman berat. Sebab, selain merupakan penegak hukum, Pinangki melakukan tiga tindak pidana sekaligus.
"Yaitu suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Lebih miris lagi, terdakwa menjalankan praktik korupsi guna membantu buronan korupsi yang sedang dicari oleh Kejaksaan Agung, Djoko S Tjandra," ujar dia.
Baca juga: Jaksa Belum Ajukan Kasasi, MAKI: Ada Upaya Menutupi Peran King Maker Kasus Pinangki
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menduga ada upaya menutupi peran "king maker" dalam perkara yang bertalian dengan terpidana Djoko Tjandra tersebut.
Dugaan atas sosok "king maker" ini muncul saat majelis hakim membacakan vonis terhadap Pinangki.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor, keberadaan "king maker" terbukti berdasarkan percakapan di aplikasi WhatsApp yang dibenarkan oleh Pinangki, saksi Anita Kolopaking, serta saksi Rahmat.
Sosok "king maker" disebut-sebut membantu Pinangki dan seorang saksi bernama Rahmat menemui Djoko Tjandra untuk membahas pengurusan fatwa di MA.
Saya menduga ini ada upaya untuk menutupi peran 'king maker' dalam kasus terkait Pinangki. Salah satu kunci 'king maker' itu ada di Pinangki," kata Boyamin saat dihubungi, Senin (5/7/2021).
Menurut Boyamin, rendahnya hukuman terhadap Pinangki juga menimbulkan ketidakadilan terhadap terdakwa lain dalam perkara ini.
Ia membandingan hukuman Pinangki dengan dengan perantara suap Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra sebagai pemberi suap.
Baca juga: Pukat UGM: Jaksa Pinangki Mestinya Divonis Lebih Berat
Andi divonis 6 tahun dan Djoko Tjandra dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan. Sementara itu, Pinangki hanya dihukum 4 tahun penjara.
Menurut dia, dalam konteks hukum di Indonesia, penerima suap semestinya mendapatkan hukuman lebih berat dibandingkan dengan pemberi suap dan perantara.
"Ini mestinya jadi alasan Kejaksaan mengajukan kasasi. Karena tidak mungkin jadi terbalik ketika vonis penjaranya terjadi perbedaan dan yang menerima suap lebih rendah," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.