JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 masih lemah. Hal ini pun terlihat dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Jawa-Bali.
Menurut Trubus, lemahnya kebijakan publik pemerintah ini di antaranya disebabkan karena selama ini tidak ada penegakan hukum yang tegas dan konsisten serta absennya keteladanan dari para pejabat publik.
"Memang ini lemahnya pada faktor kebijakan itu sendiri. Masyarakat sudah bosan karena tidak ada perubahan. Perilaku ini kan ditentukan pengawasan. Sementara pengawasan selama ini lemah. Lalu, soal penegakan hukum, tidak ada sanksi. Ada di DKI Jakarta pun hanya denda. Tapi tidak efektif karena uang dendanya ke mana, tidak bisa dijawab," kata Trubus saat dihubungi, Senin (5/7/2021).
Baca juga: PPKM Hari Ketiga, Pergerakan Warga di DKI, Jabar, dan Banten Ini Disebut Masih Tinggi
"Kemudian, ada faktor keteladanan. Elitenya sendiri tidak konsisten. Banyak yang inkosisten," tambahnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu berpendapat, kebijakan PPKM darurat ini setengah hati. Pemerintah pusat, kata dia, terkesan melimpahkan urusan penanganan pandemi kepada daerah.
Pemerintah pusat hanya memberikan instruksi. Sementara itu, menurut Trubus, tiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
"Secara formulasi kelihatannya bagus, dengan menambahkan kata 'darurat'. Tapi sebenarnya pemerintah ini seperti menghindari konsekuensi kalau melakukan karantina wilayah sesuai di UU Nomor 6 Tahun 2018. Maka sengaja tetap membuatnya PPKM. Karena sifatnya setengah hati, jadinya ya seperti ini," ujarnya.
Trubus pun menyarankan agar pemerintah melakukan pengawasan dengan lebih ketat. Kemudian, penegakan hukum terhadap para pelanggar aturan harus konsisten.
"Kalau law enforcement-nya cuma denda atau sanksi sosial tidak akan menyelesaikan masalah. Kalau pidana harus bagaimana? Undang-undangnya sebenarnya sudah ada, tapi katanya diserahkan kepada daerah untuk memberikan sanksi sesuai aturan," tuturnya.
Berikutnya, kolaborasi pemerintah pusat dan daerah harus ditingkatkan. Menurut Trubus, pemerintah pusat tidak bisa hanya sekadar mengancam-ancam daerah.
"Banyak daerah tidak mau melaksanakan sementara pusat hanya bisa mengancam lewat UU Pemerintahan Daerah. Tapi selama ini juga tidak ada daerah yang tidak patuh, tidak melaksanakan protokol kesehatan lalu dapat teguran. Belum pernah," kata Trubus.
Baca juga: Terhalang Penyekatan PPKM Darurat, Rombongan Pembawa Jenazah Maki Aparat di Margonda
Terakhir, ia mengingatkan bahwa edukasi soal pandemi Covid-19 kepada masyarakat tidak boleh putus. Ia mengatakan, komunitas-komunitas lokal, keagamaan, dan adat harus digerakkan.
Bertalian dengan itu, pemerintah harus terus meningkatkan upaya pelacakan, pengetesan, dan pengobatan (tracing, testing, treatment).
"Tentu karena sifatnya relawan harus ada anggaran. Ini semua harus kerja sama. PPKM darurat ini harus disadari kondisinya sudah sangat kritis. Maka, edukasi kepada masyarakat harus terus ditingkatkan, termasuk juga 3T. Perangkat-perangkat di daerah turun ke bawah, jangan hanya bicara di media. Langsung ke lapangan dan cari solusinya," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.