Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Harmoko, "Menurut Petunjuk Bapak Presiden...", Cabe Keriting, dan Koran Kuning

Kompas.com - 05/07/2021, 12:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARMOKO meninggal dunia pada Minggu (4/7/2021) di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Pemulasaraannya dilakukan dengan protokol Covid-19. Lalu, siapakah Harmoko?

Baca juga: Mantan Menteri Penerangan Harmoko Meninggal Dunia

"Menurut petunjuk Bapak Presiden...." Frasa itu adalah kalimat pembuka yang dihapal betul oleh generasi 80-90-an, yang lekat dengan sosok ini. Setiap kali wajah Harmoko muncul di layar kaca, frasa itu jadi pembuka.

Yang dia umumkan mulai dari harga cabe keriting sampai berita penting kenegaraan. Betul, pada suatu masa dia adalah Menteri Penerangan Indonesia.

Sepanjang hidupnya, Harmoko hadir dalam banyak peran. Wartawan, adalah satu jejak Harmoko yang masih membekas. Salah satu peninggalannya adalah surat kabar Pos Kota yang berbasis di Jakarta.

Baca juga: Profil Harmoko, dari Wartawan Penggagas Pos Kota hingga Menteri Penerangan Era Soeharto

Di era koran masih menjadi juara, Pos Kota adalah rujukan orang-orang di Ibu Kota untuk mencari iklan barang, tukang pijit, sampai lowongan pekerjaan. Ayo, mengaku saja yang pada masa-masa itu pusing tujuh keliling mencari lowongan kerja....

Meskipun, di dunia jurnalistik, media ini masuk kelompok "koran kuning". Bukan warna kertasnya kuning juga. Tak berarti pula ini koran berafiliasi ke partai politik yang identik dengan warna kuning, meski Harmoko pernah pula menjadi ketua umum partai itu pada akhirnya.

Harian Kompas edisi 17 April 1988 mengupas soal koran kuning. Kerja jurnalistik wartawan Pos Kota jadi cerita pembuka. 

Hari-hari Berdarah Sebuah Koran, artikel yang tayang di harian Kompas edisi 17 April 1988, mengupas soal koran kuning.ARSIP KOMPAS Hari-hari Berdarah Sebuah Koran, artikel yang tayang di harian Kompas edisi 17 April 1988, mengupas soal koran kuning.

Secara ringkas, definisi yang diberikan untuk koran kuning adalah media massa dengan dominasi konten tentang kekerasan, kejahatan, seks, dan atau berita sensasional lainnya.

Mungkin kalau istilah itu baru muncul belakangan, namanya juga bukan koran kuning. Media kuning, barangkali?

Sebentar. Jangan langsung menghakimi pula. Sebab, sosiolog saja menyebut fenomena media massa seperti itu punya korelasi erat dengan kehidupan kota besar. 

Terlebih lagi, pada masanya, Pos Kota terbukti pernah menjadi koran dengan oplah terbanyak di Jakarta.

Ini terjadi karena penyajian konten yang menyolok, dengan tipografi yang memberi tekanan pada kata-kata tertentu, serta penuh foto sekalipun vulgar, diduga menjadi sebagian jawaban bagi orang-orang kota yang cenderung merasa sepi di tengah keramaian dan terhisap oleh rutinitas pekat kehidupan.

Tekanan dan ketegangan hidup di kota besar yang justru mendatangkan sunyi di tengah keramaian itu pun disebut sebagai alasan kebutuhan atas segala sesuatu yang serba spontan, hangat, dan jujur. Sekalipun, sekali lagi, suka vulgar dan kebablasan juga di sana-sini. 

Kembali ke Harmoko, yang membidani kelahiran koran ini, pengemasan Pos Kota dia bilang bukanlah wujud ketidakbecusan kerja jurnalistik. 

Dia bilang, Pos Kota sejak awal memang membidik pasar rakyat kecil. Alasannya, kelas atas sudah dilayani oleh media semacam harian Kompas. 

"Gawe guyu wong cilik (bikin rakyat kecil gembira)," ujar dia, salah satunya tentang kartun Doyok yang pernah rutin menghiasi halaman Pos Kota. 

Guyu dalam konteks ini pun menurut Harmoko bukan diterjemahkan sebagai "tertawa" melainkan bergembira, sehat jasmani dan rohani. 

Meski koran kuning dianggap sebagai bagian dari kehidupan kota besar, latar belakang wilayah juga berpengaruh. Di artikel yang sama, komparasi diberikan bahwa koran kuning tak laku-laku amat di kota besar lain seperti Surabaya dan Bandung.

Ada syarat kesepian yang lebih pekat untuk koran atau media massa kuning ini laris manis. Di kota-kota besar dengan warga yang masih gampang untuk balik ke kampung halaman, kebutuhan pengisi sunyi itu tak terlalu mencuat.

Sebaliknya, orang-orang seperti di Jakarta yang dekat secara jarak pun belum tentu memberi kemewahan untuk berakrab-akrab, apalagi ketika ditambah asal-usul yang jauh di mata, syarat ini terpenuhi.

Namun, segala hal punya siklus masing-masing. Koran kuning pun disadari bukanlah model bisnis yang panjang umur. Semua tergantung juga pada proses pembelajaran dari konsumennya.

Bahwa rakyat kecil tetap butuh dibikin melek informasi, adalah kepastian. Namun, apakah hanya berita-berita kriminal, bombastis, dan mistis yang layak untuk mereka?

Ini tentu tantangan untuk semua media massa yang konon dibilang sebagai pilar keempat demokrasi. Bagaimana pun, demokrasi tak hanya melayani kalangan atas.

 

Naskah: Palupi Annisa Auliani

Catatan:
Artikel utuh arsip Kompas dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com