JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini, Ivermectin belum disarankan untuk obat Covid-19 di Indonesia. Penggunaan Ivermectin sebagai obat Covid-19 masih dalam tahap uji klinis dan para ahli belum bersepakat mengenai manfaat dan dampaknya.
"Penelitian masih terus berjalan, belum ada kesimpulan yang pasti," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/7/2021).
Di Indonesia, uji klinis terhadap Ivermectin sudah diizinkan oleh BPOM dan sedang berlangsung di delapan rumah sakit di Indonesia.
RS itu di antaranya Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, RSPI Sulianto Saroso, dan Rumah Sakit Adam Malik Medan.
Baca juga: Ivermectin, Obat Cacing yang Dapat Izin Uji Klinik untuk Obat Covid-19
Uji klinis direncanakan berlangsung selama tiga bulan. Konsultan Ahli Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Prof Dr Pratiwi Sudarsono menyebutkan bahwa uji klinis Ivermectin di Indonesia dilakukan pada pasien dengan derajat sakit ringan hingga sedang.
Selama Ivermectin dalam tahap uji klinik, menurut epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, seharusnya masyarakat tidak boleh mengonsumsinya meski sesuai dengan anjuran dokter.
Lagi-lagi ini dikarenakan belum ada kesimpulan ilmiah yang pasti mengenai Ivermectin sebagai obat Covid-19.
"Selama uji klinis menurut WHO itu tidak boleh dipakai di luar uji klinis, walaupun anjuran dokter, tapi tidak bisa untuk mengatasi Covid-19, tidak boleh," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/6/2021).
Baca juga: IDI Tak Rekomendasikan Ivermectin untuk Obat Covid-19 Sebelum Ada Hasil Uji Klinis
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga tidak merekomendasikan Ivermectin sebagai obat Covid-19 selama uji klinis berlangsung.
"Jadi IDI tidak merekomendasikan penggunaan ivermectin Covid-19 sekarang ini," ujar Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar IDI Zubairi Djoerban saat dihubungi, Selasa (29/6/2021).
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pun secara tegas menyebut jika Ivermectin untuk obat Covid-19 hanya boleh dipakai dalam uji klinis. Ini karena hasil uji yang dilakukan WHO terhadap penggunaan Ivermectin untuk pengobatan pasien Covid-19 masih “inconclusive” atau tidak meyakinkan.
India bahkan mencabut penggunaan Ivermectin sebagai obat Covid-19 dan tidak ada bukti ilmiah bahwa negara tersebut berhasil menurunkan kasus Covid-19 dengan Ivermectin.
"Kalau memang India berhasil turun karena itu (Ivermectin), kenapa kok dalam pedoman menteri kesehatan India, Ivermectin dicabut, dikeluarkan dari rekomendasi yang diberikan," kata Pandu.
Baca juga: Epidemiolog: Selama Uji Klinik Ivermectin Tak Boleh Diberikan ke Masyarakat
Penelitian lainnya
Peneliti dari Instituto Universitario del Hospital Italiano de Buenos Aires, Argentina, Luis Ignacio Garegnani dan tim, dalam British Medical Journal menyebutkan, Ivermectin adalah agen antiparasit spektrum luas yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Obat ini terbukti aman pada dosis konvensional 200 µg/kg meskipun efek samping yang parah mulai dari ataksia hingga kejang kadang-kadang dilaporkan.
Garegnani menyebutkan, Pan American Health Organization (PAHO) telah menyatakan bahwa "…Ivermectin digunakan secara tidak benar untuk pengobatan Covid-19, tanpa bukti ilmiah tentang kemanjuran dan keamanannya untuk pengobatan penyakit ini."
Salah satu alasannya adalah dibutuhkan dosis sangat tinggi untuk mencapai efek antiviralnya.
Baca juga: Epidemiolog Sebut Belum Ada Bukti Ilmiah Ivermectin Sembuhkan Pasien dari Covid-19
Selain itu, WHO juga telah mengecualikan Ivermectin dari uji solidaritasnya untuk obat yang digunakan untuk Covid-19.
"Ini menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi melakukan studi klinis tentang Ivermectin," kata Garegnani.
Berdasarakan analisis meta terhadap kajian-kajian lain yang sudah ada, Garegnani menyimpulkan, penelitian terkait Ivermectin pada Covid-19 memiliki keterbatasan metodologis serius yang mengakibatkan kepastian bukti yang sangat rendah.
Menurut dia, penggunaan Ivermectin, antara lain obat yang digunakan untuk profilaksis atau pengobatan Covid-19, harus dilakukan berdasarkan bukti yang dapat dipercaya, tanpa konflik kepentingan, dengan keamanan dan kemanjuran yang terbukti dalam uji klinis acak yang disetujui oleh pasien dan disetujui secara etis.
Baca juga: POGI Tak Rekomendasikan Ivermectin untuk Ibu Hamil yang Terpapar Covid-19
Sudah banyak dikonsumsi
Meski begitu, pada kenyataannya saat ini sebagian masyarakat di Indonesia termasuk para pejabat sudah mengonsumsi Ivermectin sebagai obat Covid-19.
Mereka juga mengklaim Ivermectin memiliki tingkat penyembuhan tinggi untuk kasus Covid-19, baik tingkat ringan, sedang, maupun parah.
Bahkan di e-commerce obat ini dijual secara bebas dengan harga yang fantastis. Padahal sebelumnya pemerintah mengatakan bahwa Ivermectin adalah obat murah dengan harga sekitar Rp 5 hingga 7 ribu per tablet.
Baca juga: Indofarma Sebut Ivermectin Hanya Bisa Diperoleh Melalui Resep Dokter
Masyarakat tidak bisa serta-merta dipersalahkan terkait hal ini. Karena mereka menghadapi pilihan antara sehat dan sakit atau hidup dan mati. Selain itu, BPOM juga memberi akses masyarakat terhadap ini meski memang disebut harus dengan persetujuan dokter.
"Jika memang ada masyarakat yang membutuhkan Ivermectin tetapi tidak dalam kerangka uji klinis, dokter dapat memberikan obat itu dengan memperhatikan penggunaannya sesuai protokol uji klinis yang telah disetujui," kata Penny Lukito.
Oleh karena itu seharusnya pemerintah tegas terhadap hal ini agar masyarakat tidak kebingungan. Jika memang hanya boleh untuk klinik, kata Pandu, sebaiknya jangan dipromosikan, jangan diresepkan.
Dan jangan pula disarankan untuk dikonsumsi obat yang belum terbukti bermanfaat dan aman. Sebab ini menyangkut nyawa rakyat Indonesia.
Baca juga: IDI Sebut Kasus Covid-19 di India Turun Karena Lockdown, Bukan Ivermectin
Apalagi Ivermectin masuk dalam kategori obat keras yang jika dikonsumi secara bebas dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping seperti nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Ivermectin sebagai pengobatan pada manusia di Indonesia juga masih tergolong baru sekitar 1-2 bulan lalu sebagai obat cacing.
"Apalagi ini obat cacing, itu punya zat kimia yang bisa saja menimbulkan reaksi alergi dan reaksi yang kita tidak ketahui, salah satu adalah reaksi alergi yang hebat, semua masih menyatakan ini obat anti parasit," kata Pandu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.