JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menyatakan institusi Polri harus mampu bersikap profesional Salah satunya menjaga jarak dengan kepentingan politik praktis.
Bambang mengatakan, era demokrasi digital membawa tantangan baru bagi Polri. Menurutnya, polri mesti bisa bersikap bijaksana dengan melakukan reposisi peran.
"Tuntutan masyarakat makin besar, transparansi, kontrol publik itu adalah keniscayaan. Makanya polisi profesional harus bisa menjaga jarak dengan kepentingan-kepentingan di luar tugas pokoknya, bahkan berjarak dengan kepentingan oknum-oknum di dalamnya. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan sistem yang baik," kata Bambang saat dihubungi, Kamis (1/7/2021).
Baca juga: Hari Bhayangkara ke-75, Anggota DPR Soroti PR Polri soal Penegakkan Hukum yang Adil
Ia pun mengingatkan agar semangat transparansi berkeadilan yang digagas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo lewat konsep "Presisi" tidak hanya menjadi slogan kosong.
Kapolri diminta bisa menurunkan konsep itu lewat program dan tindakan yang konkret di lapangan.
"Semangat transparansi berkeadilan dalam jargon 'Presisi' itu adalah harapan. Implementasi di lapangan dalam kebijakan dan tindakan yang konkret tentunya harus dibuktikan, biar tidak menjadi slogan kosong," ucapnya.
Bertalian dengan itu, Bambang mengatakan, Polri harus mampu merespons era demokrasi digital saat ini dengan baik. Menurutnya, belum ada pengungkapan yang signifikan terhadap kasus kejahatan siber.
Ia berpendapat, Polri masih sibuk dengan kasus-kasus yang berkaitan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), seperti pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Polisi pun belum bisa membedakannya dengan kritik publik terhadap pemerintah.
Baca juga: Jokowi: Polri Harus Bijak Gunakan Kewenangan, dari Penangkapan sampai Penahanan
"Polri malah asyik fokus pada penanganan UU ITE terkait ujaran kebencian, pencemaran nama baik dan sebagainya, sementara polisi sendiri belum bisa memilahnya dengan kritik pada pemerintah," tuturnya.
Sementara itu, kasus-kasus peretasan akun aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah kian marak.
Selain itu, juga ada kasus-kasus kejahatan siber seperti pencurian identitas, penipuan, dan investasi bodong yang belum tertangani.
"Pembentukan patroli siber ternyata bukan memberikan kontribusi yang positif bagi keamanan siber," ujar Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.