JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Sosiologi Bencana Nanyang Technological University (NTU) Sulfikar Amir mengatakan, pemerintah seolah sedang bernegosiasi dengan Covid-19 lantaran strategi yang kerap berubah untuk menangani pandemi.
Terakhir, pemerintah berencana menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
"Sepertinya pemerintah pusat mencoba bernegosiasi dengan Covid-19. Tadinya diberi kebijakan PPKM, tetapi penularan Covid-19 belum dapat ditekan. Lalu diberi kebijakan PPKM skala mikro," ujar Sulfikar saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (1/7/2021).
Baca juga: Kontras: Pandemi Covid-19 Jadi Dalih Polisi Lakukan Tindak Kekerasan
"Akan tetapi Covid-19 masih tetap naik, lalu diberi pengetatan PPKM. Lalu angka Covid-19 tetap naik lagi, maka diberi kebijakan PPKM darurat," lanjutnya.
Menurutnya, seringnya terjadi perubahan strategi penanganan Covid-19 seperti ini justru berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Akan berbeda, kata Sulfikar, jika pemerintah mengkarantina wilayah atau lockdown Jawa dan Bali.
"Misalnya karatina wilayah atau mungkin PSBB dilakukan pada April, maka saat ini kita sudah tenang, dalam arti paling tidak bisa mengendalikan penularan Covid-19," ungkapnya.
"Artinya apabila ingin menghentikan pandemi ini maka (kebijakan) jangan setengah-setengah," tegas Sulfikar.
Dia menyarankan adanya pengetatan mobilitas masyarakat dalam kurun waktu tertentu yang dilakukan secara terorganisasi.
Misalnya dengan melakukan PSBB selama dua bulan dengan tujuan dapat menurunkan laju penularan Covid-19 hingga angkanya terkendali.
"Terkendali ini maksudnya sesuai dengan kemampuan tracing, testing dan treatment kita. Mungkin tak bisa sepenuhnya normal, tetapi penambahan kasus harian bisa kita kendalikan," ungkap Sulfikar.
"Apabila pemerintah tidak mau mengkarantina wIlayah karena enggan menanggung penyediaan kebutuhan masyarakat, maka kembali saja ke kebijakan PSBB yang diberlakukan se-Jawa dan Bali," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan telah ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai koordinator PPKM darurat untuk Pulau Jawa dan Bali.
Kepada presiden, Luhut menyampaikan sejumlah usulan aturan yang akan diberlakukan. Salah satu yang diusulkan yakni PPKM darurat berlaku 3-20 Juli 2021.
"Periode penerapan PPKM darurat 3-20 Juli 2021 dengan target penurunan penambahan kasus konfirmasi harian kurang dari 10.000 per hari," demikian dikutip dari dokumen Kemenko Marves yang diterima Kompas.com dari Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, Rabu (30/6/2021).
Luhut mengusulkan PPKM darurat diterapkan di 45 kabupaten/kota yang mencatatkan nilai asesmen 4, serta di 76 kabupaten/kota dengan nilai asesmen 3 di wilayah Jawa-Bali.
Baca juga: WNA Sudah Bisa Disuntik Vaksin Covid-19 di Jakarta, Berikut Kriterianya
Selama kebijakan tersebut berlaku, perkantoran wajib menerapkan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah. Kegiatan belajar mengajar pun tak boleh digelar secara tatap muka.
"100 persen work from home untuk sektor non-esensial, seluruh kegiatan belajat mengajar dilakukan secara online/daring," demikian usulan Luhut.
Pada sektor esensial, karyawan yang boleh bekerja dari kantor atau work from office (WFO) maksimal 50 persen. Sektor esensial yang dimaksud meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan penanganan karantina, serta industri orientasi ekspor.
Selain usulan Luhut, ada pula usulan penerapan PPKM Darurat dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.