JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak memproses laporan soal dugaan pelanggaran terkait penerimaan gratifikasi penyewaan helikopter yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Adapun dugaan pelanggaran etik tersebut dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Dewan Pengawas pada Jumat (11/6/2021).
"Kasus helikopter Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangan tertulis, Rabu (30/6/2021).
Baca juga: ICW Adukan Firli soal Sewa Helikopter, Kabareskrim: Polri Jangan Ditarik-tarik
Kendati demikian, Syamsuddin menyarankan ICW untuk membuat laporan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK terkait dugaan gratifikasi tersebut.
Ia menyebut bahwa Dewan Pengawas KPK tidak memiliki wewenang dalam memproses perkara pidana.
"Dugaan gratifikasi bisa diadukan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK. Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," ucap Syamsuddin.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, laporan yang dilakukan ICW ini terkait dengan laporan pidana yang sebelumnya telah disampaikan ke Bareskrim Polri.
“ICW melaporkan kembali Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran kode etik. Adapun hal ini terkait dengan pelaporan pidana yang sudah kami sampaikan ke Bareskrim Polri,” ucap Kurnia di Kantor Dewan Pengawas, Gedung KPK C1, Jumat.
“Namun kali ini bukan masalah pidananya, tapi masalah etik yang diatur dalam peraturan Dewas Nomor 2 tahun 2020 terutama pasal 4,” ucap dia.
Baca juga: ICW Duga Firli Terima Gratifikasi Berupa Diskon Sewa Helikopter
Kurnia mengatakan, dalam pasal 4 diatur bahwa setiap insan KPK salah satunya pimpinan KPK harus bertindak jujur dalam berperilaku, termasuk dalam penerimaan diskon penyewaan helikopter.
Menurut dia, dalam penyewaan helikopter tersebut Firli tidak melaporkan diskon itu ke KPK.
“Kami tidak melihat hal itu terjadi, maka dari itu kami melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK,” ucap Kurnia.
Ia mengatakan, laporan yang dibuat ini berbeda dengan putusan yang pernah dijatuhkan oleh Dewan Pengawas kepada Firli Bahuri.
“Kami beranggapan dalam sidang tersebut Dewas hanya formalitas belaka mengecek kuitansi yang diberikan oleh Firli,” ucap Kurnia.
“Harusnya kuitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal,” kata dia.
Sebelumnya, ICW juga telah melaporkan dugaan gratifikasi Firli Bahuri tersebut ke Bareskrim Polri terkait penggunaan helikopter untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan, Firli tidak menyampaikan fakta yang sebenarnya saat sidang etik yang diselenggarakan Dewan Pengawas KPK.
"Kami mendapatkan informasi bahwa harga sewa yang terkait dengan penyewaan helikopter itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Firli ketika sidang etik dengan Dewas," kata Wana di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/6/2021).
ICW menduga Firli mendapatkan harga diskon dari perusahaan penyewa helikopter, yaitu PT APU.
Wana menyatakan, berdasarkan informasi yang dihimpun ICW, tarif helikopter yang disewa Firli mencapai Rp 39,1 juta per jam.
Sementara itu, menurut Wana, dalam sidang etik, Firli mengatakan harga sewa helikopter itu hanya Rp 7.000.000 per jam tidak termasuk pajak.
Dengan pemakaian selama empat jam, Firli hanya membayar sekitar Rp 30,8 juta.
"Kami total itu ada sebesar Rp 172,3 juta yang harusnya dibayar oleh Firli terkait dengan penyewaan helikopter tersebut. Ketika kami selisihkan harga sewa barangnya, ada sekitar Rp 141 juta yang diduga merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon yang diterima Firli," kata dia.
Baca juga: ICW Laporkan Firli Bahuri ke Bareskrim atas Dugaan Gratifikasi Sewa Helikopter
Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan Firli memenuhi unsur-unsur Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wana berpendapat, Dewas KPK semestinya menelusuri lebih lanjut informasi yang disampaikan Firli saat sidang etik.
Ia mengatakan, ada sembilan perusahaan penyedia helikopter lain yang sebetulnya juga bisa disewa Firli.
"Setidaknya ada sembilan perusahaan jasa helikopter yang sebenarnya jika kami lihat itu berpeluang untuk disewa. Tapi, mengapa PT APU ini yang menjadikan salah satu penyedia yang disewa oleh Firli Bahuri?" kata dia.
ICW pun melakukan penelusuran soal PT APU.
Baca juga: MAKI Desak Ketua KPK Firli Bahuri Datang ke Pemeriksaan Komnas HAM
Wana mengatakan, salah satu komisaris PT APU ternyata sempat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi Meikarta yang ditangani KPK pada 2018 saat Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan.
"Apakah ada kaitannya, itu kami belum menindak lebih lanjut," ujar Wana.
Diketahui, pada 24 September 2020, Dewas KPK menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis II kepada Ketua KPK Firli Bahuri setelah terbukti menggunakan helikopter untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020. Dewan Pengawas menyatakan, Firli bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.