JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut, langkah rektorat memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) usai mengkritik Presiden Joko Widodo sebagai upaya pemberangusan kebebasan akademik.
"Ini masuk ke dalam upaya membatasi kebebasan sipil dengan memberangus kebebasan akademik," ujar Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar kepada Kompas.com, Senin (28/6/2021) malam.
Rivanlee mengatakan, kampus semestinya menjadi ruang aman bagi mahasiswa yang menyuarakan gagasannya demi perbaikan sebuah kondisi.
Akan tetapi, upaya mahasiswa mengisi ruang kebebasan berpendapat justru mendapat tantangan dari internal kampus itu sendiri.
Baca juga: Rektor UI Ari Kuncoro Jabat Wakil Komisaris BUMN, Dinilai Bertentangan dengan Statuta
Ironisnya, hambatan tersebut belakangan ini sudah dianggap jamak.
"Ini praktik yang sering terjadi belakangan namun kerap dianggap biasa sebagai konsekuensi mengkritik kepala negara," ungkap dia.
Menurutnya, pemanggilangan tersebut tak ubahnya seperti balas jasa dari pihak rektorat kepada penguasa.
"Seolah ada upaya balas jasa atas kritik yang dilontarkan pada penguasa, padahal kritik adalah hal biasa," tegas dia.
BEM UI mempublikasikan postingan berjudul "Jokowi: The King of Lip Service". Di mana foto Jokowi terlihat tengah mengenakan sebuah mahkota.
Dalam postingan tersebut, BEM UI mengkritik Presiden Joko Widodo yang kerap kali mengobral janji.
Baca juga: Aktivis BEM UI Diretas, Safenet Nilai Bentuk Represi Digital
Selain itu, postingan itu juga menyindir berbedanya antara janji dan keputusan yang diambil Jokowi. Mulai terkait rindu demo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya.
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi (KIP) UI Amelita Lusia menyebut cara penyampaian yang dilakukan BEM UI kurang tepat.
"Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service, bukan lah cara menyampaikan pendapat yang sesuai aturan yang tepat, karena melanggar beberapa peraturan yang ada," ujar Amelita kepada Kompas.com, Minggu (27/6/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.