JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pada prinsipnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro memiliki tujuan yang sama yaitu membatasi mobilitas masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Nadia menanggapi Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang mendesak pemerintah kembali menerapkan PSBB ketat agar sistem kesehatan nasional tidak menjadi kolaps.
"Sampai saat ini PPKM mikro yang diambil sebagai kebijakan, dan prinsipnya PSBB maupun PPKM mikro sama untuk pembatasan pergerakan masyarakat," kata Nadia saat dihubungi, Senin (28/6/2021).
Baca juga: Rekor Kasus Baru Covid-19, Tingginya Kematian Pasien, hingga Desakan PSBB...
Nadia menilai, PPKM berskala mikro lebih tepat mengingat pembatasan dilakukan di wilayah terkecil sampai tingkat provinsi sesuai gambaran epidemiologi yang ada.
"Kunci utama pembatasan kegiatan sosial masyarakat adalah kepatuhan masyarakat dan penegakan aturan yang ketat, artinya butuh dukungan dari masyarkaat dan Pemda untuk bersama-sama keluar dari situasi ini," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Tim Mitigasi IDI bersama perhimpunan lima profesi dokter mendesak pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat. Hal ini merespons tingginya lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air.
"Kami tidak ingin sistem kesehatan Indonesia menjadi kolaps," kata Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI, dr Adib Khumaidi, melalui keterangan tertulis, Minggu (27/6/2021).
Adapun lima perhimpunan profesi dokter itu terdiri dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI). Mereka mendorong agar PSBB difokuskan di Pulau Jawa dan setidaknya diterapkan selama dua minggu.
Akibat lonjakan Covid-19, IDI mencatat, terdapat 24 kabupaten/kota yang melaporkan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupany rate (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 melebihi 90 persen. BOR untuk ICU dari berbagai RS bahkan mendekati atau melebihi 100 persen.
Bersamaan dengan itu, terjadi penumpukan pasien dan antrean panjang di banyak instalasi gawat darurat (IGD) RS, terutama di kota-kota besar. Bahkan banyak pasien yang meninggal dunia saat tiba di IGD.
Kondisi itu semakin memprihatinkan dengan bertambahnya kasus Covid-19 yang menimpa para dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Baca juga: PB IDI Dorong Pemerintah Kembali Terapkan PSBB, PPKM Mikro Dinilai Tak Efektif
Situasi tersebut juga menyebabkan keterbatasan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang bisa berakibat pada kolapsnya RS.
Selain itu, terdapat varian baru Covid-19 di berbagai kota di Indonesia yang lebih mudah menyebar, menyerang segala usia tanpa perlu ada komorbid, lebih memperberat gejala, meningkatkan kematian dan menurunkan efektifitas vaksin.
Oleh karena itu, pemerintah didesak untuk menerapkan PSBB ketat dan memastikan kebijakan itu terimplementasi secara optimal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.