JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kalangan mulai dari ahli hingga politisi mendesak pemerintah untuk menerapkan PSBB kembali atau lockdown.
Desakan ini dilakukan melihat Covid-19 di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Pada 26 Juni 2021 Indonesia mencatat rekor dengan penambahan 21.095 pasien dalam sehari. Ini merupakan rekor tertinggi selama pandemi.
Salah satu pihak yang mendesak pemerintah adalah Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Iqbal Elyazar.
Menurut Iqbal, PSBB adalah yang paling tepat untuk menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia.
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) juga mendesak pemerintah agar segera menerapkan lockdown sebagaimana telah diterapkan di sejumlah negara yang kini sudah berhasil melewati puncak kasus Covid-19.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani pun mendesak pemerintah agar berani mengambil skenario PSBB ketat atau lockdown di wilayah berzona merah.
Usulan PSBB lainnya datang dari lima perhimpunan profesi dokter, yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perki).
Baca juga: Pemerintah Diharapkan Berani PSBB atau Lockdown, Jangan Lempar Tanggung Jawab ke Pemda
Ahli epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Windhu Purnomo, pun menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini PSBB, bukan PPKM mikro yang disebutnya jelas tidak efektif.
Usulan disambut Jokowi
Presiden Jokowi menyambut baik usulan dari para ahli terkait lockdown atau pemberlakuan kembali PSSB.
Akan tetapi, menurut Jokowi, PPKM Mikro adalah pilihan yang terbaik saat ini.
Hal ini dikarenakan PPKM Mikro dinilai pemerintah mampu mengendalikan laju penularan Covid-19 tanpa mematikan ekonomi rakyat.
Jokowi menegaskan bahwa PPKM mikro dan lockdown memiliki esensi yang sama, yakni membatasi kegiatan masyarakat.
Baca juga: Jokowi: Saya Menyambut Usulan PSBB dan Lockdown, tetapi PPKM Mikro Paling Tepat
Biaya lockdown mahal
Selain itu, opsi lockdown tak diambil pemerintah karena dianggap biayanya terlalu mahal. Jokowi pernah mengungkap perkiraan anggaran lockdown saat diwawancarai Najwa Shihab di di program TV Mata Najwa, Rabu (22/4/2020).
Jokowi menyebut anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 550 miliar per hari. Jumlah itu, kata Jokowi, hanya untuk DKI Jakarta saja.
Najwa Shihab lantas bertanya pada Jokowi apakah hal itu menunjukkan pemerintah tak memiliki cukup dana untuk menerapkan lockdown?
Baca juga: Ini Perkiraan Biaya Lockdown yang Pernah Diungkap Jokowi...
Jokowi pun membantah. Ia mengatakan, pemerintah tak ingin meniru negara lain yang memberlakukan lockdown untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
Sebab, menurut dia, tak ada negara yang sukses memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan melakukan lockdown.
Jika dihitung dengan cara dikalikan dengan 34 provinsi di Indonesia, maka biaya total yang diperlukan pemerintah untuk lockdown adalah sekitar Rp 18,7 triliun per hari. Tentu ini hanya angka perkiraan saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.