Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah-DPR Diminta Beri Jaminan Bahas RKUHP, Tidak Langsung Mengesahkan

Kompas.com - 25/06/2021, 12:25 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak agar pemerintah dan DPR membahas kembali Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan tidak langsung mengesahkannya dalam rapat paripurna.

Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi menyatakan, status RKUHP sebagai RUU carry over atau RUU operan tidak dapat menjadi alasan untuk tidak membahas RKUHP sebelum dibawa ke rapat paripurna.

"PSHK mendesak agar pemerintah dan DPR memastikan bahwa akan ada pembahasan dalam tahap Pembicaraan Tingkat I pasca RKUHP masuk dalam Prolegnas sebagai RUU operan," kata Fajri dalam siaran pers, Jumat (25/6/2021).

Baca juga: Pemerintah Belum Berikan Draf RUU KUHP Versi Terakhir ke Publik karena Pertimbangan Politis

Fajri mengatakan, Peraturan DPR Nomor Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang justru memberi ruang untuk pembahasan RUU yang berstatus carry over, dalam hal ini RKUHP.

Ia menjelaskan, Pasal 110 Ayat (3) peraturan itu mengatur bahwa pembahasan RUU carry over melanjutkan pembicaraan tingkat 1 dengan menggunakan Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang telah ada di DPR dari periode sebelumnya.

Dengan demikian, kelanjutan pembahasan RUU carry over terletak dalam tahap pembicaraan tingkat 1, yang dalam konteks RKUHP berlangsung di Komisi III DPR.

"Pasal 110 ayat (3) itu juga menegaskan bahwa RUU operan tidak bisa otomatis langsung ke tahapan Pembicaraan Tingkat II DPR, yang dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR," ujar Fajri.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Disebut Sepakat Akan Masukkan RUU KUHP ke Prolegnas Prioritas Bulan Juli

Ia melanjutkan, Pasal 110 Ayat (7) peraturan yang sama juga menyebutkan bahwa Badan Musyawarah DPR dapat menugaskan komisi, gabungan, komisi, atau Badan Legislasi yang ditugaskan untuk membahas ulang DIM yang telah disetujui oleh anggota DPR periode sebelumnya.

"Artinya, pandangan yang menyebutkan RUU operan harus melanjutkan pembahasan yang sudah berjalan sebelumnya adalah tidak mutlak. Malah sesungguhnya terdapat ruang yang besar untuk pembahasan ulang DIM yang sudah disetujui DPR periode sebelumnya," kata Fajri.

Di samping dari segi tata peraturan yang memungkinkan adanya pembahasan, Fajri juga mengingatkan bahwa pembahasan RKUHP merupakan komitmen atas penundaan pengesahan RKUHP pada September 2019 lalu.

Ia mengingatkan, RKUHP saat itu ditunda pengesahannya karena dinilai perlu ada pendalaman dan adanya masukan dari berbagai kalangan terhadap draf RKUHP terakhir.

Baca juga: Wamenkumham Sebut RUU KUHP sebagai Upaya Pemerintah Susun Sistem Rekodifikasi

Bahkan, kata Fajri, hingga kini masih banyak dinamika yang terjadi terkait dengan materi RKUHP, mulai dari pasal penghinaan presiden hingga minimnya partisipasi kelompok marginal.

"Dengan adanya perubahan terhadap draf RKUHP, maka keputusan yang diambil pada akhir Pembicaraan Tingkat I di periode sebelumnya sudah tidak berlaku lagi, karena berdasarkan draf yang berbeda," kata Fajri.

PSHK pun mendesak agar pemerintah dan DPR menjamin keterbukaan proses pembahasan RKUHP serta membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya.

Baca juga: Pembahasan RKUHP, Pemerintah Diminta Buka Ruang Pelibatan Penyandang Disabilitas

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, pemerintah dan Komisi III DPR sudah sepakat untuk memasukkan RKUHP dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 pada Juli 2021.

Eddy pun meminta kepada DPR agar tidak langsung mengesahkan RKUHP meski RUU tersebut berstatus RUU carry over karena perlu ada ruang bagi publik untuk memberikan masukan terhadap RKUHP, khususnya mengenai isu-isu krusial.

"Karena sebelumnya sudah sampai pada persetujuan tingkat pertama, selanjutnya ialah tinggal membawa ke paripurna atau persetujuan tingkat kedua. Namun, kami tidak ingin demikian. Kami mendorong agar ada ruang masukan publik, setidaknya untuk isu-isu krusial," kata Edward dalam kunjungannya ke Redaksi Kompas, Selasa (22/6/2021), dikutip dari Kompas.id.

Baca juga: Ngabalin: RKUHP Tak Bermaksud Batasi Kritik kepada Presiden dan Pemerintah

Seperti diketahui, RKUHP nyaris disahkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada Senin (30/9/2019) meski menuai protes keras dari publik melalui unjuk rasa besar-besaran di sejumlah daerah.

Saat itu, DPR akhirnya menunda pengesahan RKUHP dan sejumlah RUU kontroversial lainnya. Presiden Joko Widodo juga meminta agar DPR menunda pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat.

Menurut Jokowi, masih ada materi-materi dalam RKUHP yang butuh pendalaman lebih lanjut.

"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi, Jumat (20/9/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com