Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal RANHAM, Kontras Nilai Pemerintah Tak Serius Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Kompas.com - 24/06/2021, 16:39 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pemerintah tidak serius menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) terbaru yang terkandung dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2021.

Staf Divisi Advokasi Kontras Tioria Pretty mengatakan ketidakseriusan pemerintah itu nampak RANHAM 2021-2025 yang mengalami kemunduran dibanding RANHAM 2015-2019.

“Kontras menilai RANHAM 2021-20215 ini mundur dari RANHAM sebelumnya,” tutur Pretty pada Kompas.com, Kamis (24/6/2021).

Baca juga: Perpres RANHAM Hanya Sasar 4 Kelompok, KSP: Tak Ada yang Ditinggalkan

Pretty menjelaskan RANHAM 2015-2019 yang diatur dalam Perpres Nomor 33 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 75 Tahun 2015 mencakup pembahasan tentang ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa serta optimalisasi penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Sementara RANHAM terbaru tidak mencakup ratifikasi tersebut, serta juga tidak mengatur tentang pelanggaran HAM lainnya seperti penyiksaan.

“Sementara di RANHAM baru, tidak menyebutkan kasus masa lalu sama sekali, bahkan jauh dari menjawab pelanggaran HAM lainnya yang perlu menjadi prioritas, misalnya tentang penyiksaan,” tutur dia.

Menurut Pretty dalam RANHAM kali ini, pemerintah lebih memilih pelanggaran HAM mikro yang tidak memiliki risiko besar dalam stabilitas politik.

Baca juga: RANHAM 2021-2025 Tak Sasar Korban Pelanggaran HAM Berat, Ini Penjelasan KSP

“Pemerintah kini malah memilih sejumlah isu mikro yang bebas dari risiko stabilitas politik di tatanan pemerintahan saat ini. Padahal isu HAM merupakan satu kesatuan yang saling terkait,” ucapnya.

Melihat fakta tersebut, sambung Pretty, Kontras kecewa karena pemerintah tidak serius dalam komitmennya menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu.

“Jadi kami kecewa karena tidak adanya penyelesaian masa lalu di RANHAM yang terbaru. Hal itu juga menunjukan ketidakseriusan pemerintah menindaklanjuti komitmennya sendiri,” imbuh Pretty.

Pretty memaparkan selama ini Presiden Joko Widodo secara lisan maupun tertulis selalu mengatakan komitmennya dalam penyelesaian HAM di masa lalu secara berkeadilan.

Namun komitmen tersebut tidak nampak baik dari RANHAM terbaru, maupun sejumlah fakta dilapangan seperti berkas pelanggaran HAM masa lalu yang selalu terhenti prosesnya di Komnas HAM dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Tapi sampai saat ini berkas kasus pun masih bolak balik antara Komnas HAM dan Jaksa Agung. Malah tahun kemarin Jaksa Agung menyatakan kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat padahal belum melakukan kewajibannya melakukan penyidikan,” ungkapnya.

Baca juga: Komnas HAM Tidak Berharap RANHAM Bisa Selesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Selain Kontras, Anggota Komisi III DPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani juga mengatakan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu tidak nampak dalam Perpres Nomor 53 Tahun 2021.

Arsul menilai bahwa Perpres tersebut condong pada tata kelola HAM untuk masa yang akan datang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com