JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021-2025 yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2021 menyasar empat kelompok yang meliputi perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, tidak dimasukannya korban pelanggaran HAM berat sebagai kelompok sasaran RANHAM bukan tanpa alasan.
Pemerintah, kata dia, punya kebijakan tersendiri untuk mengakomodasi penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat.
Baca juga: RANHAM 2021-2025 Atur Penghapusan Kekerasan dan Eksploitasi Anak di Ranah Siber
"Kelompok korban dan keluarga pelanggaran HAM berat sedang disasar melalui kebijakan khusus pemerintah yang saat ini sedang didiselesaikan oleh Menko Polhukam dan Wamenkumham sesuai arahan langsung Presiden Jokowi," kata Jaleswari melalui keterangan tertulis, Kamis (24/6/2021).
Menurut Jaleswari, kebijakan khusus itu akan difokuskan pada pemenuhan hak-hak korban sebagaimana diatur dalam peraturan-peraturan yang ada serta dalam norma HAM internasional, seperti pemulihan atau reparasi, kebenaran, dan jaminan ketidakberulangan.
Hal ini sejalan dengan pendekatan pemerintah dalam penegakan hukum yang memprioritaskan pendekatan keadilan restorative (restorative justice).
Penanganan pelanggaran HAM berat, kata dia, akan diselesaikan melalui mekanisme yang bersifat adhoc, nonpermanen dan khusus, seperti yang dilakukan di berbagai negara. Sementara RANHAM bersifat permanen dan berkesinambungan.
Namun demikian, menurut Jaleswari, Pasal 3 Perpres Nomor 53 Tahun 2021 membuka ruang peninjauan kembali ihwal kelompok sasaran RANHAM 2021-2025. Peninjauan kembali mungkin dilakukukan berdasar hasil evaluasi dan jika dirasa perlu oleh pemerintah.
"Oleh karena itu ibu dan bapak keluarga korban tidak perlu khawatir akan dikecualikan dalam program dan kebijakan HAM pemerintah," ujarnya.
Jaleswari pun meminta kelompok masyarakat lain seperti petani, nelayan, pekerja, para aktivis pembela HAM dan lainnya tak merasa khawatir.
Pemerintah, kata dia, tengah menggodok kebijakan-kebijakan lain agar seluruh kelompok masyarakat bisa ikut mendapatkan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan atas HAM.
Ia memastikan, tak ada kelompok yang ditinggalkan dalam RANHAM 2021-2025.
"Ini hanya persoalan pemberian prioritas agar kerja-kerja penghormatan, pemenuhan, perlindungan, pemajuan, dan penegakan HAM lebih terasa dampaknya bagi masyarakat, khususnya kepada kelompok paling rentan sebagaimana disebut dalam RANHAM 2021-2025 yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat," kata dia.
Baca juga: Perpres RANHAM Terbit, Komnas Perempuan Terus Dorong Perda Diskriminatif Dicabut
Adapun Perpres Nomor 53 Tahun 2021 diteken Jokowi pada 8 Juni 2021.
"Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat RANHAM adalah dokumen yang memuat sasaran strategis yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM di Indonesia," demikian bunyi Pasal 1 angka 2 Perpres tersebut.
Mengacu pada Pasal 3 Perpres, sasaran strategis RANHAM 2021-2025 yakni melaksanakan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakkan, dan pemajuan HAM terhadap 4 kelompok sasaran yang meliputi perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat.
Dengan berlakunya Perpres Nomor 53 Tahun 2021 maka RANHAM tahun 2015-2018 resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.