JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menuntut oknum anggota kepolisian di Halmahera Barat, Maluku Utara yang memperkosa anak berusia 16 tahun dihukum seberat-beratnya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan, pihaknya mengecam keras tindakan tersebut.
Pelaku harus dihukum berat karena merupakan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat.
“Pemberatan pidana terhadap pelaku yang merupakan aparatur negara harus diaplikasikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman kepada korban," ujar Nahar dikutip dari siaran pers, Kamis (24/6/2021).
Baca juga: Briptu Nikmal Idwar, Polisi Pemerkosa Remaja di Maluku Utara Akan Dipecat
Seharusnya, kata dia, aparatur negara pelaku harus melindungi terutama perempuan dan anak yang merupakan kelompok rentan dan terlindungi.
Ia pun sangat menyayangkan oknum polisi tersebut yang malah menjadi pelaku utama yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak.
"Jika memenuhi unsur pidana, maka pelaku dapat dikenakan Pasal 81 Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak karena tersangka adalah aparat yang menangani perlindungan anak, sehingga pidananya dapat diperberat," kata Nahar.
Pihaknya mengapresiasi tindakan tegas Polda Maluku Utara yang menetapkan oknum tersebut sebagai tersangka.
Pihaknya juga meminta agar APH memberikan hukuman sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada tersangka.
Baca juga: Polisi Pemerkosa Remaja di Malut Ditetapkan Jadi Tersangka dan Ditahan
Terkait kasus ini, Kemen PPPA juga telah berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Maluku Utara, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku Utara yang telah bersama LSM pendamping perempuan dan anak, serta Unit PPA.
Hal tersebut adalah untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan psikologis termasuk kebutuhan pemeriksaan kandungan di dokter spesialis.
"Kemen PPPA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, mulai dari proses hukum pelaku, hingga pendampingan korban agar tidak menyisakan trauma di kemudian hari,” ujar Nahar.
Nahar mengatakan, adanya kasus ini membuat seluruh pihak harus meningkatkan upaya pencegahan dan pengawasan perlindungan.
Tidak hanya sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak, tapi juga sosialisasi tentang Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) penting dilakukan.
Apabila ditemukan fakta, pelaku memperkosa korban dengan dalih melakukan pemeriksaan di ruang tertutup, hal itu tidak sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA.
Dalam UU tersebut, anak dalam menjalani pemeriksaan wajib didampingi oleh orangtua, orang dewasa, atau pendamping lain.
“Anak, orangtua, dan masyarakat pada umumnya harus dipahamkan hal ini untuk menutup peluang oknum-oknum melakukan perlakuan salah terhadap anak," kata dia.
Baca juga: Pimpinan Komisi III Minta Polisi yang Perkosa Remaja Dihukum Maksimal dan Kapolsek Dipecat
"Peran pengawasan dari orangtua juga menjadi penting, mengingat korban bepergian tanpa pendampingan orangtua sama saja menempatkan anak dalam situasi rentan mengalami kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya,” ucap Nahar.
Diberitakan, Pelaku bernama Briptu Nikmal Idwar diduga memperkosa seorang remaja berusia 16 tahun di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.
Nikmal kini berstatus tersangka, dipecat oleh kepolisian dan ditahan. Polri pun sudah menyampaikan permintaan maaf atas kasus ini.
Baca juga: Polri Minta Maaf atas Perbuatan Briptu Nikmal Perkosa Remaja di Mapolsek
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.