JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, Komisi III DPR nantinya hanya membahas pasal-pasal krusial dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan diserahkan oleh pemerintah.
Herman menegaskan, dalam proses pembahasan nanti, DPR tidak akan membongkar ulang pasal per pasal RUU yang sempat ditolak luas oleh publik pada 2019 tersebut.
"Kami hanya membahas pasal-pasal yang krusial dan hasil sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Saya tegaskan lagi bahwa DPR tidak akan membongkar ulang pasal per pasal," kata Herman di Jakarta, Rabu (23/6/2021), dikutip dari Kompas.id.
Herman mengatakan, hingga saat ini Komisi III DPR masih menunggu surat resmi dari pimpinan DPR sebelum melakukan pembahasan RKUHP.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, penentuan substansi yang akan dibahas tersebut diawali dari pemerintah sebagai pengusul RUU.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Disebut Sepakat Akan Masukkan RUU KUHP ke Prolegnas Prioritas Bulan Juli
Setelah itu, barulah DPR menyepakati hal-hal apa saja yang perlu dibahas kembali.
"DPR mestinya bisa saja meminta ada pembahasan selain dari yang diusulkan pemerintah, tetapi semua akan tergantung pada dinamika pembahasan yang terjadi," kata Taufik.
Ia berpendapat, tidak semua dari 14 isu krusial versi pemerintah dapat dianggap sebagai isu krusial. Menurut dia, ada beberapa isu yang bukan krusial, melainkan hanya soal kesalahpahaman.
Isu yang sejatinya dinilai tidak krusial adalah soal gelandangan, unggas, tukang gigi, advokat curang, penganiayaan hewan, dan pernyataan santet.
"Menurut saya, itu bukan isu krusial, bisa cukup dengan sosialisasi,” kata dia.
Kendati demikian, ia menilai ada satu krusial lain yang perlu dikonsultasikan pada publik, tetapi tidak masuk dalam 14 isu versi pemerintah, yakni tentang living law (hukum adat atau hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat).
"Saya sendiri tentunya tetap mengharapkan ada pembahasan terhadap isu living law yang berada di luar 14 isu krusial yang ditetapkan pemerintah," kata Taufik.
Baca juga: Pemerintah Belum Berikan Draf RUU KUHP Versi Terakhir ke Publik karena Pertimbangan Politis
Adapun 14 isu krusial versi pemerintah itu terdapat pada 19 pasal di RKUHP, yakni penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden (Pasal 218), menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib (Pasal 252).
Kemudian, mengenai dokter atau dokter gigi yang praktik tanpa izin (Pasal 276), unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih (Pasal 278-279), serta perbuatan yang merendahkan martabat pengadilan (Pasal 281).
Selanjutnya tentang advokat yang curang dalam melakukan pekerjaannya (Pasal 282), penodaan agama (Pasal 304), penganiayaan hewan (Pasal 342), alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan (Pasal 414-416).