Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil TWK Jadi Rahasia Negara, Pusako: Mempertajam Keyakinan 75 Pegawai KPK Sengaja Disingkirkan

Kompas.com - 23/06/2021, 16:15 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Informasi terkait dokumen hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menunjukan ketidakjelasan pasca Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Selasa (22/6/2021) menyebut pihaknya tak lagi memiliki data tersebut.

Padahal Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri Selasa (14/6/2021) pekan lalu mengatakan pihaknya perlu berkoordinasi dengan BKN untuk memberikan dokumen tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari meyakini bahwa TWK digunakan untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK.

“Hal ini semakin mempertajam keyakinan kita bahwa TWK ini produk yang dibuat-buat untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK,” terangnya pada Kompas.com, Rabu (23/6/2021).

Baca juga: Menanti Kejelasan Hasil TWK Pegawai KPK yang Penuh Kejanggalan..

Diketahui sebelumnya perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK meminta dokumen yang berisi hasil tes tersebut.

Namun, usai memberikan keterangan di Komnas HAM, Kepala BKN menyebut dokumen tersebut disimpan TNI AD dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) karena telah diklasifikasikan sebagai rahasia negara.

Feri menduga ada upaya menyembunyikan dokumen hasil TWK para pegawai KPK karena terdapat kelemahan substansial di dalamnya.

“Dalam sebuah kejahatan yang terkonsolidasi upaya mencoba menyembunyikan alat bukti penting, lumrah terjadi. Sekaligus menunjukan terdapat kelemahan substansial dari TWK oleh karena itu disembunyikan,” papar dia.

Feri menjelaskan dalam teori pemberantasan korupsi tidak ketiadaan transparansi menguatkan dugaan terjadinya suatu penyimpangan baik secara administratif maupun kewenangan.

“Maka upaya lempar bola ini kian menunjukan wajah penyimpangan itu. Bagi saya ini merupakan tabiat-tabiat yang lumrah terjadi di pemerintahan yang koruptif dan tidak demokratis,” imbuh dia.

Baca juga: Dokumen Hasil TWK Tak Dimiliki BKN, Disebut Dirahasiakan TNI AD dan BNPT

Diketahui pasca memberikan keterangan pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Kepala BKN Bima Haria Wibisana juga mengatakan bahwa dokumen yang diminta para pegawai KPK itu tidak dimiliki oleh BKN.

Namun, dokumen yang berisi hasil TWK masing-masing pegawai KPK dimiliki oleh Dinas Psikologi Angkatan Darat (AD) dan BNPT.

Bima mengaku ia sudah berkomunikasi dengan kedua lembaga tersebut untuk menanyakan kemungkinan pemberian dokumen itu, tapi keduanya menyebut dokumen itu bersifat rahasia.

“Dinas Psikologi AD mengatakan berdasarkan ketetapan Panglima TNI itu rahasia, saya tanya BNPT kalau profiling bisa diminta enggak, ini profiling didapatkan dari suatu aktivitas intelijen sehingga menjadi rahasia negara,” ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Nasional
Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

Nasional
KPU Sindir Anies-Muhaimin Baru Persoalkan Pencalonan Gibran setelah Hasil Pilpres Keluar

KPU Sindir Anies-Muhaimin Baru Persoalkan Pencalonan Gibran setelah Hasil Pilpres Keluar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com