Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham Ungkap Alasan Urgensi RKUHP, Berorientasi Hukum Pidana Modern hingga Atasi Overkapasitas Lapas

Kompas.com - 22/06/2021, 14:42 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Edward Omar Syarief Hiariej mengungkapkan sejumlah alasan revisi Kitab Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RKUHP) perlu untuk segera disahkan.

Menurut pria yang akrab disapa Eddy ini, revisi KUHP perlu dilakukan untuk menjamin kepastian hukum serta menjadikan KUHP di Tanah Air semakin berorientasi pada hukum pidana modern.

“Kedua ini (RKUHP) sudah berorientasi pada hukum pidana modern yaitu keadilan retributif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitative,” kata Eddy dalam acara virtual, Selasa (22/6/2021).

Eddy mengatakan, RKUHP perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan overkapasitas dalam lapas.

Sebab, dalam RKUHP akan memuat alternatif pidana lain selain hukuman pidana penjara, yakni pidana denda, pengawasan, dan kerja sosial.

“Karena meskipun pidana penjara itu adalah masih masuk pidana pokok tapi dia bukan lagi primadona, dia bukan lagi utama, ada pidana denda, ada pidana pengawasan, ada pidana kerja sosial,” ujar dia.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Disebut Sepakat Akan Masukkan RUU KUHP ke Prolegnas Prioritas Bulan Juli

Selanjutnya, Eddy bereharap kehadiran KUHP baru akan mengurangi stigma narapidana sebagai orang tercela dalam masyarakat.

Kemudian, Eddy menyebut KUHP baru juga dimaksudkan untuk mencegah disparitas pidana yang bersifat sektoral pada undang-undnag di luar KUHP.

“Keempat dengan KUHP baru ini diharapkan ada proses reintegrasi ya, jadi orang tak lagi memandang narapidana itu sebagai orang tercelakan dan lain sebagainya,” tutur dia.

Oleh karena itu, ia berharap RKUHP baru yang nantinya akan diserahkan ke DPR RI dapat disahkan di akhir tahun ini.

“Ini adalah urgensi mengapa RKUHP harus segera disahkan paling tidak Desember 2021. Jadi kita harap begitu nanti ada perubahan prolgenas pada juli maka ini disosialisasikan,” ujar dia.

“Kita berharap Juli sampai September, jadi kita punya waktu 3 bulan terima masukan, kita formulasikan kembali, sekitar Oktober atau November ada pembahasan kemudian itu bisa disahkan,” imbuh Eddy.

Untuk diketahui, revisi KUHP nyaris disahkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada Senin (30/9/2019) lalu meski menuai protes keras dari publik melalui unjuk rasa besar-besaran di sejumlah daerah.

Saat itu, DPR akhirnya menunda pengesahan RKUHP dan sejumlah RUU kontroversial lainnya.

Baca juga: Pemerintah Belum Berikan Draf RUU KUHP Versi Terakhir ke Publik karena Pertimbangan Politis

Presiden Joko Widodo juga meminta agar DPR menunda pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat.

Ketika itu, Jokowi meminta agar pengesahan RKUHP ditunda. Ia menyebut, masih ada materi-materi dalam RKUHP yang butuh pendalaman lebih lanjut. Setidaknya, ada 14 pasal dalam RKUHP yang disebut Jokowi bermasalah.

"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi, Jumat (20/9/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com