Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tekan Covid-19, Epidemiolog Sarankan Pemerintah Lakukan Pengetatan seperti PSBB

Kompas.com - 22/06/2021, 11:28 WIB
Wahyuni Sahara,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyarankan agar pemerintah kembali menerapkan aturan pengetatan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB.

Menurut dia, PSBB yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintah berhasil menekan penurunan kasus Covid-19 di Indonesia.

 "Yang harus kita rumuskan adalah tindakan operasionalnya. Tapi, implementasikan apa yang sudah kita lakukan seperti PSBB. Mau dikasih nama lain silahkan. Pokoknya waktu kita melakukan PSBB, kita berhasil," ujar Pandu kepada Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Baca juga: Epidemiolog Tegaskan Indonesia Butuh PSBB Ketat, Bukan PPKM Mikro

Pandu mengatakan bahwa pengetatan seperti PSBB, dapat menurunkan angka penularan Covid-19 dengan signifikan. Idealnya pengetatan dilakukan selama sebulan.

"Waktu PSBB, dua minggu udah kelihatan hasilnya. Kalau yang dilakukan seperti PSBB, dua minggu turun. Mau dilonggarakan atau diteruskan dua minggu. Biasanya sebulan sih. Baru dilonggarkan seperti biasa. Kan cuma semenatra. Enggak lama, enggak ada penderitaan," kata dia.

Pandu menjelaskan bahwa pengetatan harus diawasi dan dievaluasi. Sebab tanpa kedua hal itu, pengetatan akan menjadi tidak efektif seperti PPKM mikro yang diterapkan oleh pemerintah saat ini.

Baca juga: Epidemiolog: Peningkat Kasus Covid-19 Sudah Sejak 9 Minggu Lalu

"Yang penting operasionalnya. Apa yang harus dilakukan dan harus dimonitor dan dievaluasi. Kalau enggak ya susah. Kalau enggak berdampak ya baru kita lakukan yang lain," kata Pandu.

"Kita ributkan enggak boleh PSBB, enggak boleh PPKM. Oke deh PPKM Mikro. Isinya PPKM mikro enggak ada yang tau apa. Sehingga tidak dimonitoring. Enggak dievaluasi jadi enggak efektif," ucapnya.

Mengapa PSBB dinilai berhasil?

"Karena yang melaksanakan pemerintah daerah. Dia yang punya aturan. PSBB itu secara UU, regulasi itu yang paling kuat. Jadi di dalam Undang-Undang Karantina Kesahatan Nomor 6 Tahun 2018, itu ada UU Karantina, itu untuk mengatasi pandemi semacam ini," kata Pandu.

Sebenarnya, kata Pandu, sangat sederhana sekali untuk mengatasi Covid-19. Namun, ada berbagai faktor kepentingan yang menyebabkan penanganan kasus ini menjadi sulit.

"Ada faktor ekonomi, politik, jadi tidak simpel lagi. Padahal nangani ini simpel sederhana," katanya.

Baca juga: Epidemiolog Nilai Pengetatan PPKM Mikro Tidak Mempan Antisipasi Meningkatnya Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com