"Kalau menurut saya, enggak setuju sekolah dibuka," ujar Iwan kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).
Baca juga: P2G: Vaksinasi Guru Lambat, Sekolah Tatap Muka Sulit Dipaksakan Serentak
Menurut dia, kebijakan pembukaan sekolah di masa pandemi yang direncanakan pemerintah harus disesuaikan dengan kondisi Covid-19 di Indonesia.
Untuk itu, menurutnya, saat ini pilihan terbaik adalah tetap belajar dari rumah.
"Kebijakan itu kan harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Menurut saya, kondisi lagi naik gini jangan dulu sekolah offline. Tetap online," kata dia.
Iwan menegaskan, pemerintah tentu boleh membuka sekolah tatap muka terbatas apabila kondisi sudah memungkinkan. Pembukaan sekolah perlu dilakukan secara bertahap.
"Kita lihat kondisinya kalau udah bisa dibuka nanti, ya kita buka bertahap. Kalau sekarang enggak dulu," tutur dia.
Meski guru sudah divaksinasi, kata Iwan, bukan jaminan sekolah tatap muka aman digelar. Hal tersebut masih tetap membahayakan anak-anak karena mereka belum mendapatkan vaksin.
"Guru oke sudah divaksin. Muridnya kan belum. Anak-anak kan belum. BPOM belum memberikan izin anak untuk divaksin," kata Iwan.
Baca juga: Mendikbud Ristek: PTM Terbatas Ditunda jika PPKM Diberlakukan
Senada dengan hal itu, epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono menambahkan, pembukaan sekolah ditunda hingga uji coba vaksin Sinovac pada anak selesai dilakukan.
"Jangan membiarkan generasi muda kita terkena infeksi. Tunggu. Apalagi anak Indonesia udah banyak kasusnya. Itu belum dilepas sekolah. Kalau nanti sekolah dibuka akan makin banyak lagi," kata dia.
Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo menyarankan PTM terbatas hendaknya ditinjau ulang.
Ia menuturkan, ketika PTM terbatas akan ada mobilitas tinggi yang dilakukan para siswa. Mobilitas itu tidak terkontrol dan dapat menyebabkan risiko tinggi tertular virus.
"Jadi kalau nekat membuka PTM terbatas, kita memang sengaja membuat siswa bergerak ke sekolah. Di sekolah berinteraksi dengan orang lain dan paling berbahaya, perjalanan dari rumah ke sekolah kemudian pulang dari sekolah menuju rumah. Itu risiko tinggi," ucap dia, dikutip dari laman Unair, Sabtu (19/6/2021).
Baca juga: Epidemiolog Tak Setuju jika Sekolah Dibuka pada Juli 2021, Ini Alasannya
Selain itu, kegiatan siswa yang berkumpul juga memiliki risiko. Seperti kebiasaan siswa yang kerap pulang beramai-ramai dan singgah ke suatu tempat dinilai riskan terhadap penularan virus.
Terlebih bagi siswa yang menggunakan kendaraan umum sebagai alat transportasi.
Windhu menilai, PTM terbatas bukan sekadar anak-anak dan sekolah melainkan juga mobilitas anak di luar sekolah. Selain itu juga menyangkut tentang imunitas anak dan lingkungan sekitar.
"Anak-anak usia di bawah 18 tahun itu relatif imunitasnya baik. Kecuali mereka punya komorbid itu yang bisa meninggal ketika dia tertular yang punya kelainan bawaan saat lahir dan seterusnya," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.