Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemerintah Pilih Perketat PPKM Mikro Ketimbang Usulan Lockdown...

Kompas.com - 22/06/2021, 08:44 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19.

Langkah tersebut diputuskan dalam rapat terbatas yang dihadiri Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, sejumlah menteri serta kepala lembaga terkait, pada Senin (21/6/2021).

Namun pemerintah menegaskan, PPKM kali ini diberlakukan secara lebih ketat selama 14 hari, terhitung sejak 22 Juni hingga 5 Juli 2021.

Sebelumnya, lima perhimpunan profesi dokter menyarankan opsi pengetatan mobilitas masyarakat dengan penerapan PPKM skala luas dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Saran tersebut diberikan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).

Baca juga: PPKM Diperketat hingga 5 Juli, Berikut Ketentuan Pembatasan di 11 Sektor

Pembatasan mobilitas masyarakat dalam skala yang luas diperlukan, mengingat beban rumah sakit dan beban kerja tenaga kesehatan meningkat. Apabila tak segera diantisipasi, sistem pelayanan kesehatan dikhawatirkan akan kolaps.

Sementara itu, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengusulkan pemerintah melakukan PSBB atau lockdown regional secara berkala di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

IAKMI menilai, mayoritas negara-negara di dunia memilih dua opsi itu untuk menekan kenaikan kasus Covid-19.

"Usul yang paling radikal yaitu lockdown regional. Ini bentuk paling logis. Karena seluruh negara yang sudah melewati kasus, tidak ada cara lain," kata Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra, dalam konferensi pers pada Minggu (20/6/2021).

Kondisi terkini Covid-19 Indonesia

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kasus Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan yang luar biasa.

Pemerintah pun berupaya menangani persoalan itu di sektor hulu, yaitu dengan mencegah masyarakat terpapar Covid-19.

"Kami sampaikan sampai saat ini memang terjadi peningkatan (Covid-19) yang luar biasa dan itu penting untuk bisa fokus bukan hanya di sisi hilir atau di sisi RS, di sisi penanganan orang sakit. Tetapi lebih penting lagi fokus ke sisi hulu," ujar Budi, dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin.

Baca juga: Penambahan Kasus Covid-19 Tertinggi, Masyarakat Diminta Batasi Kegiatan

Menurut Budi, Presiden Jokowi sudah memberikan dua poin arahan. Pertama, penanganan di sisi hulu atau pencegahan penularan Covid-19 untuk mengurangi beban rumah sakit.

Kedua, Jokowi memerintahkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dipercepat.

Berdasarkan data pemeritah, kasus Covid-19 bertambah 14.536 orang. Penambahan kasus ini merupakan yang tertinggi selama pandemi melanda Indonesia.

Dengan penambahan tersebut, kini tercatat ada 2.004.445 kasus Covid-19 di Tanah Air.

Rekor penambahan kasus harian tertinggi sebelumnya terjadi pada 30 Januari yaitu 14.518 kasus.

Selain itu, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 juga mengalami kenaikan.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menyebutkan, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan Covid-19 yang berada di 87 kabupaten/kota melebihi 70 persen.

Meski demikian, ia tak merinci wilayah-wilayah yang dimaksud. Airlangga hanya menyebut keseluruhannya berada di 29 provinsi.

Dua kebijakan Jokowi

Pada Senin malam, Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan atas perkembangan terkini Covid-19 dalam unggahan di akun Instagramnya @jokowi.

Presiden mengatakan, lonjakan kasus penularan Covid-19 yang terjadi di beberapa daerah mendorong pemerintah untuk bekerja lebih keras lagi untuk mengendalikan pandemi.

"Selain kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di berbagai daerah, pemerintah menggenjot pelaksanaan vaksinasi massal untuk mengejar kekebalan komunal terhadap Covid-19," tulis Jokowi.

Baca juga: Tekan Lonjakan Kasus Covid-19, Jokowi Perintahkan Penguatan PPKM Mikro dan Percepatan Vaksinasi

Ia memaparkan, sejak Kamis (17/6/2021), pemerintah mencatat capaian angka 716.000 suntikan vaksinasi per harinya.

Ke depannya, pemerintah akan berusaha mencapai angka 1 juta vaksinasi per hari.

Untuk mencapai target itu, diperlukan kerja sama antara antara Kementerian Kesehatan, TNI, Polri dan pemerintah daerah.

Adapun Indonesia sudah menerima 104.728.400 dosis vaksin dari Sinovac, AstraZeneca dan Sinopharm.

Jumlah tersebut adalah bagian dari 426,8 juta dosis vaksin Covid-19 yang telah diamankan melalui berbagai pendekatan bilateral dan multilateral.

"Seraya berupaya mempercepat program vaksinasi nasional ini, pemerintah berharap masyarakat menaati protokol kesehatan secara ketat dan disiplin," kata Jokowi.

"Jangan pernah lalai memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan," tutur dia.

Dinilai tak mempan

Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pengetatan PPKM berskala mikro tidak mempan untuk menangani lonjakan kasus Covid-19.

Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan kasus harian Covid-19 di Indonesia kian meningkat.

“Semuanya masih imbauan, itu menurut saya tidak mempan,” kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Baca juga: Epidemiolog Nilai Pengetatan PPKM Mikro Tidak Mempan Antisipasi Meningkatnya Covid-19

Menurut dia, sistem social distancing berupa imbauan dalam pengetatan PPKM mikro masuk kategori ringan. Seharusnya, pemerintah membuat peraturan berserta sanksi yang tegas.

Sebab, menurut Tri, saat ini masyarakat sudah banyak yang tidak disiplin protokol kesehatan.

Tri menyebut, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pemerintah merupakan penanggung jawab dalam suatu negara apabila terjadi suatu wabah penyakit.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membuat peraturan yang tegas untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19.

“Tanggung jawabnya seperti apa? Kalau rakyatnya enggak bisa diimbau, ya dibuat peraturannya,” tutur dia.

Tri juga menyoroti sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan. Ia menilai, sanksi dalam peraturan daerah masih kecil.

Baca juga: Denda Pelanggaran Prokes di Indonesia Dinilai Kemurahan, Epidemiolog: Bagaimana Masyarakat Mau Patuh..

Ia menyarankan sebaiknya adanya aturan pemerintah terkait sanksi berat yang memberi efek jera kepada masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan.

“Dari 34 provinsi, kemudian itu juga perdanya masih tumpul. Dendanya masih kecil. Kalau di Singapura aja dendanya 3.000.000, kalau di Malaysia dendanya 2.000.000. Jadi di kita becanda banget, dendanya 250 (ribu), dendanya 150 (ribu). Bagaimana masyarakat mau patuh,” ungkap Tri.

Selain itu, Tri juga menyarankan seharusnya perkantoran membuat surat tugas kepada para pekerjanya yang harus bekerja dari kantor.

Ia menilai setiap masyarakat di Indonesia yang terpaksa bekerja ke kantor harus membawa surat tugas resmi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com