JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Nasdem Lestari Moerdijat mengatakan, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut 74 persen responden sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya dua periode menunjukkan bahwa masyarakat tidak menghendaki adanya perubahan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Artinya, ia menegaskan, publik tak menghendaki apabila sistem pemilihan presiden diubah dan diserahkan kembali ke MPR.
"Kita melihat bahwa survei ini menunjukkan sebetulnya publik tidak menghendaki adanya perubahan-perubahan, termasuk di dalamnya tidak menghendaki adanya amandemen," kata Lestari dalam diskusi virtual konferensi pers SMRC: Sikap Publik Indonesia terhadap Amandemen UUD 1945, Minggu (20/6/2021).
Justru Lestari melihat bahwa publik ingin sistem presidensial yang ada saat ini dikuatkan.
Baca juga: Amandemen UUD 1945: Tujuan dan Perubahannya
"Terbukti dari jawaban-jawaban bahwa seyogyanya tidak ada perubahan sama sekali di dalam sistem pemilihan presiden," ujarnya.
Menurut anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini, sistem ketatanegaraan Indonesia tetap memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan perubahan UUD 1945 apabila diperlukan.
Meski menyadari adanya peluang perubahan, Lestari menekankan pada kapan perubahan itu dilakukan dan apa hal mendasarnya sehingga harus mengubah UUD 1945.
"Sistem ketatanegaraan kita memang memberikan ruang dan peluang bagi kita untuk melakukan perubahan melihat apabila memang diperlukan. Itu ada, ruang-ruang itu ada, secara tata negara memang dibolehkan itu. Hanya catatannya sekarang, kapan kita perlu lakukan? Dan apa yang harus menjadi dasar kita? Dan kalau kita mau melakukan, apa saja yang harus kita lakukan," ucapnya.
Untuk itu, menurutnya perubahan UUD 1945 membutuhkan kajian akademis secara menyeluruh yang melibatkan semua pihak.
Baca juga: Isu Jabatan Presiden 3 Periode, Mahfud: Jokowi Tak Setuju Amendemen Lagi
Lestari menegaskan bahwa Partai Nasdem menilai usulan perubahan itu harus dikaji lebih dalam dan menyeluruh satu per satu urgensinya.
"Dari Partai Nasdem menyatakan sikap dan posisi, kalau memang diperlukan amandemen, seyogyanya kita lakukan kajian yang mendalam, menyeluruh dan dilihat satu per satu, mana yang diperlukan," tutur dia.
Diketahui, wacana masa jabatan presiden tiga periode kembali mengemuka setelah munculnya komunitas pengusung Joko Widodo-Prabowo (Jok-Pro) 2024.
Namun, survei terkini SMRC merilis bahwa 74 persen responden sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya dua periode.
Mayoritas warga yang menjadi responden survei menyatakan, aturan soal masa jabatan presiden dalam UUD 1945 tidak perlu diubah.
Baca juga: Yusril Sebut Perubahan Masa Jabatan Presiden Bisa Dilakukan Tanpa Amendemen tapi Sulit Dilakukan
"Sebanyak 74 persen menyatakan masa jabatan presiden hanya dua kali harus dipertahankan. Hanya 13 persen menyatakan harus diubah," kata Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando dalam konferensi pers secara daring, Minggu (20/6/2021).
Survei ini juga menunjukkan, mayoritas masyarakat setuju bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah rumusan terbaik bagi Indonesia.
Ade mengatakan, sebanyak 68,2 responden memandang UUD 1945 dan Pancasila adalah rumusan terbaik dan tidak boleh diganti dengan alasan apa pun.
Kemudian, 15,2 persen mengatakan setuju Pancasila dan UUD 1945 paling pas dengan kehidupan Indonesia yang lebih baik, meskipun buatan manusia dan mungkin ada kekurangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.