Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DFW Catat 42 Kecelakaan di Laut dalam 7 Bulan Terakhir, 83 Nelayan Hilang

Kompas.com - 21/06/2021, 09:52 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat ada 42 kecelakaan di laut pada periode Desember 2020 hingga Juni 2021. Akibatnya, 83 nelayan hilang.

Koordinator Nasional DFW Indonesia Mohammad Abdi Suhufan menuturkan, mayoritas kecelakaan dialami perahu nelayan ukuran di bawah 10 gross tonnage (GT) atau tonase kotor.

"Dari 42 insiden tersebut, kami mencatat 142 orang korban dengan rincian 83 hilang, 14 meninggal dan 42 selamat. Rata-rata dalam satu bulan tujuh kejadian dialami nelayan dan pasti memakan korban," ujar Abdi dalam keterangan tertulis, Minggu (20/6/2021).

Baca juga: Perahunya Terbalik di Tengah Laut, Nelayan Ini Selamat berkat Minta Tolong di Medsos

Menurut Abdi, banyaknya insiden yang dialami kapal nelayan ini mengindikasikan tingginya tingkat kerentanan nelayan ketika mencari nafkah.

Sebab, mereka bekerja tanpa perlindungan diri, minim sarana keselamatan, dan beberapa di antaranya bekerja tanpa asuransi.

Abdi mengatakan, minimnya asuransi tak lepas dari kondisi pengurusan yang sarat birokrasi dan prosedural. Sehingga hal itu sulit diakses bagi setiap nelayan untuk mendapatkan asuransi.

"Implementasi UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, yang dikuatkan dengan PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan Belum optimal dilaksanakan," kata Abdi.

Baca juga: Menteri Trenggono Optimistis KKP Bisa Tingkatkan Nilai Tukar Nelayan

Abdi mengungkapkan, hingga kini banyak nelayan yang justru belum mengetahui adanya program asuransi yang telah diatur dalam ketentuan tersebut.

Penyebabnya karena minim sosialisasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pemerintah daerah dan perusahaan penyelenggara asuransi kepada segmen nelayan dan Anak Buah Kapal (ABK).

"Kami menemukan nelayan Wakatobi bernama Kasir saat ini terbaring lumpuh tidak berdaya, dan tidak ada peluang mendapat pertolongan karena program asuransi yang mestinya dia bisa akses di KKP terbentur masalah administrasi," ucap Abdi.

Ia menambahkan, saat ini perlu ada terobosan dalam implementasi program asuransi dari KKP maupun perusahaan penyelenggara asuransi.

"Penyelenggara asuransi perlu melakukan kerja sama dengan HNSI atau serikat pekerja perikanan untuk meningkatkan jangkauan kepesertaan asuransi bagi nelayan dan ABK terutama di wilayah dan sentra nelayan dilokasi terpencil," imbuh Abdi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com