JAKARTA, KOMPAS.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat 1.989.909 orang terpapar SARS-CoV-2 di Indonesia, pada Minggu (20/6/2021). Angka itu didapatkan setelah bertambah 13.737 kasus dalam 24 jam terakhir.
Sementara itu, ada penambahan 6.385 pasien Covid-19 sembuh, sehingga totalnya kini 1.792.528 orang.
Kemudian, kasus kematian akibat Covid-19 bertambah 371 kasus. Total pasien meninggal dunia mencapai 54.662 orang.
Baca juga: UPDATE: Tambah 13.737, Kini Ada 1.989.909 Kasus Covid-19 di Indonesia
Hingga kemarin, pemerintah telah memeriksa 18.649.618 spesimen Covid-19 dari 12.471.031 orang. Penularan Covid-19 telah berdampak pada 510 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Kasus tertinggi di DKI Jakarta
Dari total 13.737 kasus baru, sebanyak 5.582 kasus di antaranya tercatat di DKI Jakarta. Disusul Jawa Tengah dengan 2.195 kasus dan Jawa Barat dengan 2.009 kasus.
Terkait dengan program vaksinasi nasional, jumlah masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis kedua yaitu 12.239.706 orang. Sementara itu, jumlah masyarakat yang sudah divaksin dosis pertama tercatat 23.043.372 orang.
Baca juga: UPDATE 20 Juni: Sebaran 13.737 Kasus Baru Covid-19, 5.582 di Jakarta
Sasaran vaksinasi yang ditargetkan pemerintah hingga tahap kedua ini yaitu sebanyak 40.349.049 orang. Mereka terdiri atas tenaga kesehatan, lansia, dan petugas publik.
Dengan demikian, cakupan vaksinasi dosis kedua baru mencapai 30,33 persen dari total sasaran, sementara cakupan vaksinasi dosis pertama yaitu 57,11 persen.
Langkah radikal
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) meminta pemerintah untuk berani menentukan langkah radikal dalam mengatasi lonjakan kasus Covid-19. Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra menyatakan, ada dua opsi yang bisa dilakukan pemerintah.
Pertama, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) nasional. Kedua, lockdown regional secara berkala di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
"Usul yang paling radikal yaitu lockdown regional. Ini bentuk paling logis. Karena seluruh negara yang sudah melewati kasus, tidak ada cara lain," kata Hermawan dalam konferensi pers Desakan Emergency Responses: Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi, Minggu (20/6/2021).
Baca juga: Usul Agar Pemerintah Terapkan Lockdown Regional, IAKMI: Ini Paling Logis
Menurut Hermawan, kerugian ekonomi yang timbul akibat penerapan lockdown dapat diukur oleh pemerintah.
Dengan demikian, ketika kesehatan pulih, ekonomi nasional pun bisa dipulihkan. Ia menegaskan, pemerintah harus mampu menentukan prioritas.
"Dahulu kita takut ketika bahasa lockdown, takut PSBB nasional dengan asumsi butuh ratusan triliun. Kira-kira berapa duit yang sudah habis hingga 15 bulan berlalu ini? Tapi tidak mampu kita ukur," ujarnya.
Inisiator koalisi warga Lapor Covid-19, Ahmad Arif, menilai saat ini masyarakat menghadapi pandemi Covid-19 tanpa arah yang jelas.
Baca juga: Lapor Covid-19: Tak Ada Sense of Crisis Pemimpin, Kita seperti Perang Tanpa Panglima
Ia berpendapat, tidak ada transparansi data serta informasi dan edukasi yang memadai soal pandemi Covid-19 itu sendiri.
Selain itu, kata dia, tidak ada kepemimpinan yang tegas dalam menghadapi krisis di masa wabah penyakit ini.
"Transparansi data dan informasi mestinya jadi kunci penting bagi pemahaman dan respons warga dalam memahami wabah. Kami melihat tidak adanya kepemimpinan yang tegas dan jelas di tengah krisis multidisiplin ini," ujar Arif dalam kesempatan yang sama.
"Bahkan ketika rumah sakit sudah nyaris kolaps seperti sekarang ini, kita tidak melihat adanya sense of crisis yang ditunjukkan pemimpin kita. Kita seperti perang tanpa panglima," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.