Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel Baswedan Jawab Isu "Taliban" di KPK

Kompas.com - 20/06/2021, 14:58 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjawab isu seputar dirinya dituding sebagai pegawai lembaga antirasuah yang berpaham radikalisme atau kerap disebut "Taliban".

Novel menegaskan, tak mungkin pegawai KPK yang berupaya memberantas korupsi justru berpaham radikal yang tidak nasionalis. 

“Kalau kita melihat esensi korupsi ya, negara punya tujuan yang diatur dalam konstitusi, kemudian untuk melaksanakan itu ada pemerintahan ada aparatur. Ketika aparatur ini berbuat sesuatu yang menguntungkan diri atau kelompoknya, yang itu meninggalkan kewajibannya mencapai tujuan tadi itulah korupsi,” terang Novel dalam diskusi virtual yang diadakan Public Virtue Institute, Minggu (20/6/2021).

Baca juga: Pimpinan KPK Bantah Isu Radikalisme dan Taliban

“Jadi kalau (pemberantasan) korupsi mau dijauhkan dari nasionalisme itu enggak mungkin,” sambung dia.

Sebab menurut Novel, upaya pemberantasan korupsi itu dilakukan untuk menjaga agar kepentingan negara yang diatur konstitusi itu tetap berjalan.

Maka pihak-pihak yang terusik dengan kinerja pemberantasan korupsi, sambung dia, mulai mengatur strategi untuk menyingkirkannya dengan membangun isu radikalisme di tubuh KPK.

“Tapi yang terjadi upaya saya ini dibungkus seolah olah-olah kita lawan radikalisme atau talibanisme yang merusak NKRI. Ini mereka sudah melakukannya lama,” kata dia.

Bahkan pada 2016, Novel mengaku sempat diminta untuk keluar dari KPK. Novel menceritakan kala itu ada pihak yang tak menyukainya bekerja sebagai penyidik.

“Saya katakan loh saya di KPK ini bukan untuk membuat orang lain suka atau apa. Karena berantas korupsi pasti tidak disukai oleh koruptor, kalau berantas korupsi harus membuat koruptor suka hal itu tidak mungkin terjadi,” tutur Novel.

Baca juga: Pukat UGM: Sudah Teprediksi BKN dan KPK akan Menghindar jika Diminta Akuntabilitasnya soal TWK

Novel menegaskan bahwa ia bergabung dengan KPK bukan untuk mencari karier yang cemerlang. Jika karier yang dicarinya, ia bisa saja memutuskan untuk terus melanjutkan pekerjaannya sebagai polisi.

“Saya di KPK ini bukan untuk mencari karier. Bisa dibayangkan saya anggota Polri bahkan saya lulusan Akabri, yang kariernya harusnya sangat luar biasa dan banyak diharapkan orang untuk bisa berkarier di sektor kepolisain. Tapi saya tinggalkan, saya mau menggunakan kesempatan saya untuk membela kepentingan negara memberantas korupsi,” imbuh dia.

Adapun Novel adalah salah satu pegawai KPK yang dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS) dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). 

Novel bersama 50 pegawai yang lain ditetapkan oleh KPK tidak bisa dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan harus berhenti bekerja karena memiliki rapor merah dalam wawasan kebangsaan.

Baca juga: Pembangkangan dan Omong Kosong Isu Taliban di Gedung Merah Putih KPK

Hingga kini TWK para pegawai KPK masih menjadi polemik karena dianggap penyelenggaraannya tidak berdasar ketentuan hukum, serta soal-soal yang diberikan menyentuh ranah privat, kebebasan berpikir dan beragama.

Saat ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang melakukan penyelidikan tentang dugaan pelanggaran HAM pada tes tersebut.

Komnas HAM melakukan penyelidikan untuk menindaklanjuti laporan dari Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap dan Novel bahwa TWK itu dilakukan sewenang-wenang oleh para Pimpinan KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com