Meski keduanya kerap tak sependapat, Soekarno dan Hatta mampu mengesampingkan ego pribadinya demi kepentingan bersama.
Soekarno sadar, ia membutukan sosok Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa.
“Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatera. Dia (Hatta) adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia,” ucap Bung Karno.
Baca juga: Sejarah Hari Lahir Pancasila: Wasiat Bung Hatta untuk Putra Soekarno
Usai memproklamikran kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, keduanya pun ditahbiskan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Namun hubungan keduanya mulai retak saat Soekarno mengajukan gagasan demokrasi terpimpin dengan alasan sistem pemerintahan parlementer saat itu tidak bisa menghasilkan kabinet pemerintahan yang stabil.
Hatta lalu menilai gagasan demokrasi terpimpin yang ditawarkan Soekarno jauh dari cita-cita negara demokrasi.
Sebabnya dalam gagasan demokrasi terpimpin, segala keputusan strategis berada di tangan presiden. Ia pun memilih angkat kaki dari Istana dan berhenti dari jabatan wakil presiden.
Setelah Hatta mengundurkan diri, dengan gagasan demokrasi terpimpinnya melalui Dekrit Presiden 1959, Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955.
Baca juga: Mengenang Perjalanan Rahmi Hatta Mendampingi Bung Hatta
Soekarno kemudian membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang anggotanya ia tunjuk langsung.
Bung Hatta pun mengkritik habis-habisan tindakan Bung Karno itu. Hatta lalu menulis kritik yang terhadap demokrasi terpimpin ala Bung Karno secara panjang lebar. Kritik Hatta dalam bentuk tulisan itu dikenal dengan judul Demokrasi Kita.
“Ini adalah hukum besi dari pada sejarah dunia. Tetapi sejarah dunia memberi petunjuk pula bahwa diktatur yang bergantung kepada kewibawaan orang seorang tidak lama umurnya. Sebab itu pula sistim yang dilahirkan Soekarno itu tidak akan lebih panjang umurnya dari Soekarno sendiri,” tulis Hatta dalam Demokrasi Kita.
Meski saling mengkritik secara keras, di luar urusan politik Soekarno tetap bersahabat dengan Hatta.
Usai mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, Bung Hatta bahkan pernah menggantikan posisi Bung Karno sebagai wali nikah putra sulung Bung Besar, Guntur Soekarnoputra. Saat itu Bung Karno berhalangan karena mulai sering jatuh sakit.
Baca juga: Cerita Filatelis Buru Prangko Bung Karno dan Bung Hatta
Dalam buku Bung Karno The Untold Stories pun diceritakan Bung Hatta menyempatkan diri mengunjungi Soekarno menjelang Bung Besar wafat.
Saat itu pada 16 Juni 1970, Hatta berada di samping Soekarno yang terbujur lemas di tempat tidur. Keduanya saling menanyakan kabar.
Bung Hatta pun tak kuasa menahan tangis dan menggenggam erat tangan Bung Karno melihat kondisi sahabatnya kala itu. Lima hari setelah dikunjungi Bung Hatta, pada 21 Juni 1970, Bung Karno pun mengembuskan napas terakhirnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.