JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Rabu (16/6/2021).
Ada momen menarik saat Terawan mengungkapkan informasi terbaru mengenai pengembangan Vaksin Nusantara, yang selama ini disebut merupakan gagasannya.
Momen itu adalah saat Terawan demonstrasi cara meracik Vaksin Nusantara di hadapan Komisi VII DPR.
Ia pun tak segan menyebut dirinya seolah tengah memperlihatkan cara memasak. Namun, menurutnya hal itu perlu dilakukan agar semua orang tahu. Bahkan, kata Terawan, setiap orang bisa membuat Vaksin Nusantara sendiri.
Momen Terawan memperlihatkan cara membuat Vaksin Nusantara itu juga menarik perhatian sejumlah anggota Komisi VII.
Bahkan, beberapa anggota ingin melihat lebih dekat seperti apa Terawan 'meramu' Vaksin Nusantara dengan maju sampai ke mejanya.
Ruangan Komisi VII pada Rabu (16/6/2021) siang seolah berubah menjadi ruangan dalam acara pencarian bakat memasak.
Hal tersebut karena kehadiran Terawan yang secara spontan meramu Vaksin Nusantara.
Terawan juga mengakui bahwa apa yang dilakukannya mirip seperti demo memasak.
"Ini kayak memasak saja, tapi harus tahu. Kalau tidak, soalnya nanti dikira sulit sekali bikin vaksin," kata Terawan dalam RDP, Rabu (16/6/2021).
Terawan membuka satu demi satu alat kesehatan yang terdapat dalam perangkat Vaksin Nusantara.
Terawan jelas mempersilakan anggota DPR untuk maju mendekatinya guna melihat proses tersebut.
Klaim 90 Persen Asli Indonesia
Terawan yang mengklaim sebagai penggagas Vaksin Nusantara itu mengatakan, hampir 90 persen bahan pembuat vaksin ini berasal dari Indonesia.
Ia juga memperlihatkan apa saja bahan-bahan tersebut. Ia mengatakan, barang-barang itu ada dan juga dibuat di Indonesia.
"Hampir 90 persen lebih, bahan produksinya sudah ada di Indonesia, bahkan dibuat di Indonesia," klaim Terawan.
Baca juga: Terawan Klaim 90 Persen Bahan Produksi Vaksin Nusantara Dibuat di Indonesia
Hanya ada dua bahan yang diklaim Terawan diperoleh dari Amerika Serikat yaitu Larutan Antigen Protein dengan kode IM-5124 dan Media Diferensiasi.
Namun, Terawan menuturkan, Indonesia bisa saja membuat sendiri dua bahan tersebut. Karena menurutnya cara membuat dua bahan itu sangat mudah.
"Baik dalam pembuatan antigen dan karena itu recombinan. Bisa kita lakukan di sini. Namun karena paten sudah mereka (AS) miliki ya harus kita bekerja sama. Termasuk media diferensiasinya," jelas Terawan.
Terawan mengumbar bahan untuk membuat Vaksin Nusantara guna menjawab isu bahwa Vaksin Nusantara adalah buatan Amerika Serikat.
Pada rapat tersebut, ia menepis isu Vaksin Nusantara buatan negeri Paman Sam itu. Ia memastikan, Vaksin Nusantara bukanlah produk Amerika.
Pada rapat itu, Terawan pun mengaku bingung mengapa Vaksin Nusantara yang dikembangkan menjadi polemik di masyarakat.
Padahal, kata dia, pengembangan vaksin ini dilakukan untuk membantu pemerintah menghadapi Covid-19.
"Saya bingung apa titik persoalannya. Buat kami sebagai researcher itu merasa tidak ada persoalan," kata Terawan.
Ia melanjutkan penjelasan dengan menyinggung virus corona yang memang baru muncul di Indonesia dan belum pernah ada sebelumnya.
Baca juga: Rapat dengan Komisi VII, Terawan Bingung Mengapa Ada Polemik Vaksin Nusantara
Atas dasar itu, pengembangan vaksin, menurutnya juga harus menggunakan kaidah yang baru. Maka, ia menggunakan kaidah yang baru dalam membuat vaksin yaitu dengan sel dendritik.
"Kaidah yang kami gunakan juga kaidah yang baru. Karena apa? Dendritik sel vaksin ini belum pernah ada yang mengerjakan untuk Covid-19. Jadi tentunya harus menggunakan kaidah-kaidah yang baru yang berbeda," ungkap dia.
Terawan juga berharap, polemik Vaksin Nusantara tidak berlanjut. Hal ini karena dirinya meyakini, yang terpenting adalah bagaimana semua duduk bersama menyelesaikan pandemi.
Menurut dia, saat ini Indonesia memiliki masalah bersama bagaimana cara menuju herd immunity yang menjadi tujuan dari program vaksinasi Covid-19.
Sebelumnya, pengembangan Vaksin Nusantara menimbulkan polemik.
Pasalnya, pada April 2021, uji klinis fase kedua Vaksin Nusantara itu tetap dilanjutkan meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK).
Uji klinis tersebut juga didukung oleh sejumlah anggota DPR di antaranya beberapa anggota Komisi IX.
Dukungan tersebut diwujudkan dengan bersedianya beberapa anggota dewan sebagai relawan uji klinis vaksin tersebut.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, Vaksin Nusantara belum memenuhi sejumlah syarat dalam proses pengembangan vaksin.
Dia juga menilai, Vaksin Nusantara belum layak dilanjutkan ke uji klinik fase II.
Penny menyebut inisiatif para anggota DPR tersebut tidak terkait dengan proses yang berlaku di BPOM supaya vaksin tersebut dapat diproduksi secara massal.
"Yang jelas itu (anggota DPR jadi relawan vaksin Nusantara) bukan dalam kaitannya dengan BPOM untuk menjadi produk yang akan bisa dibuat massal," kata Penny, Rabu (14/4/2021).
Adapun syarat yang belum terpenuhi itu di antaranya, cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Kemudian, salah satu syarat yaitu proof of concept juga belum terpenuhi. Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.
Direktur Lembaga Biolog Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan, pangkal polemik vaksin yang menggunakan sel dendritik itu karena ada kekeliruan dalam menafsirkan protokol penelitian yang seharusnya jadi satu-satunya acuan dalam penilaian penelitian.
Amin mengatakan, jika para peneliti, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta badan penilai lain mengacu pada dokumen yang sama, maka tidak akan muncul polemik.
Baca juga: LBM Eijkman: Ada Inkonsistensi Protokol Penelitian Terkait Vaksin Nusantara
"Sebetulnya kalau kita semua mengacu ke kaidah ilmiah yang sudah disepakati seharusnya tidak ada polemik," ujarnya.
"Mungkin hulunya dari situ. Artinya, ketika kita menyiapkan dokumen awal yang harus dipegang bersama, itu yang harus dijadikan acuan. Kalau kita keliru menafsirkan dan menerapkan dokumen itu, itu yang menjadi permasalahan," tambah Amin.
Untuk mengakhiri polemik, pemerintah mengalihakan proses pengembangan Vaksin Nusantara ke penelitian berbasis pelayanan yang diawasi Kemenkes.
Baca juga: Menko PMK: Vaksin Nusantara Kini Jadi Penelitian Berbasis Pelayanan di Bawah Kemenkes
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, sebelumnya Vaksin Nusantara masuk ke dalam platform penelitian vaksin yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Yang semula berada dalam platform penelitian vaksin dan berada di bawah pengawasan BPOM, sekarang dialihkan ke Penelitian Berbasis Pelayanan yang pengawasannya berada di bawah Kemenkes," kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Selasa (20/4/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.