Pasalnya, pada April 2021, uji klinis fase kedua Vaksin Nusantara itu tetap dilanjutkan meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK).
Uji klinis tersebut juga didukung oleh sejumlah anggota DPR di antaranya beberapa anggota Komisi IX.
Dukungan tersebut diwujudkan dengan bersedianya beberapa anggota dewan sebagai relawan uji klinis vaksin tersebut.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, Vaksin Nusantara belum memenuhi sejumlah syarat dalam proses pengembangan vaksin.
Dia juga menilai, Vaksin Nusantara belum layak dilanjutkan ke uji klinik fase II.
Penny menyebut inisiatif para anggota DPR tersebut tidak terkait dengan proses yang berlaku di BPOM supaya vaksin tersebut dapat diproduksi secara massal.
"Yang jelas itu (anggota DPR jadi relawan vaksin Nusantara) bukan dalam kaitannya dengan BPOM untuk menjadi produk yang akan bisa dibuat massal," kata Penny, Rabu (14/4/2021).
Adapun syarat yang belum terpenuhi itu di antaranya, cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Kemudian, salah satu syarat yaitu proof of concept juga belum terpenuhi. Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.
Direktur Lembaga Biolog Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan, pangkal polemik vaksin yang menggunakan sel dendritik itu karena ada kekeliruan dalam menafsirkan protokol penelitian yang seharusnya jadi satu-satunya acuan dalam penilaian penelitian.
Amin mengatakan, jika para peneliti, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta badan penilai lain mengacu pada dokumen yang sama, maka tidak akan muncul polemik.
Baca juga: LBM Eijkman: Ada Inkonsistensi Protokol Penelitian Terkait Vaksin Nusantara
"Sebetulnya kalau kita semua mengacu ke kaidah ilmiah yang sudah disepakati seharusnya tidak ada polemik," ujarnya.
"Mungkin hulunya dari situ. Artinya, ketika kita menyiapkan dokumen awal yang harus dipegang bersama, itu yang harus dijadikan acuan. Kalau kita keliru menafsirkan dan menerapkan dokumen itu, itu yang menjadi permasalahan," tambah Amin.
Untuk mengakhiri polemik, pemerintah mengalihakan proses pengembangan Vaksin Nusantara ke penelitian berbasis pelayanan yang diawasi Kemenkes.
Baca juga: Menko PMK: Vaksin Nusantara Kini Jadi Penelitian Berbasis Pelayanan di Bawah Kemenkes
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, sebelumnya Vaksin Nusantara masuk ke dalam platform penelitian vaksin yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Yang semula berada dalam platform penelitian vaksin dan berada di bawah pengawasan BPOM, sekarang dialihkan ke Penelitian Berbasis Pelayanan yang pengawasannya berada di bawah Kemenkes," kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Selasa (20/4/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.