Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM: Lebih Banyak Alasan yang Memberatkan Hukuman untuk Pinangki

Kompas.com - 16/06/2021, 15:22 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menyatakan, pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk memangkas vonis hukuman Pinangki Sirna Malasari tak berimbang.

Sebab, menurut Zaenur, lebih banyak alasan-alasan yang memberatkan hukuman untuk Pinangki.

"Putusan pengadilan tinggi ini tidak cukup mempertimbangkan alasan yang memberatkan. Karena alasan yang memberatkan sangat jelas faktanya," kata Zaenur saat dihubungi wartawan, Rabu (16/6/2021).

Baca juga: Profil Muhammad Yusuf, Ketua Majelis Hakim yang Potong Masa Hukuman Jaksa Pinangki

Pertama, kata Zaenur, Pinangki adalah seorang penegak hukum. Pinangki berprofesi sebagai jaksa dan menjabat Kepala Subbagian Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan dalam perkara pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung untuk terpidana kasus Bank Bali, Djoko S Tjandra.

Kedua, perbuatan Pinangki jelas-jelas menyusahkan upaya pemberatasan korupsi di tanah air.

"Ketiga, perbuatan yang dilakukan didakwa dengan pasal berlapis. Tidak hanya pasal penerimaan suap, tapi juga TPPU, dan permufakatan jahat," ujar Zaenur.

Keempat, lanjut Zaenur, Pinangki merupakan pelaku yang terlibat secara aktif dalam perkara yang melibatkan Djoko Tjandra itu. Padahal, Pinangki tahu betul bahwa Djoko Tjandra merupakan buronan negara selama bertahun-tahun dan telah merugikan keuangan negara dalam jumlah cukup besar.

"Jadi kalau dilihat dari perbuatan pidana Pinangki, alasan-alasan pemberat itu jauh lebih berat daripada alasan yang meringankan," katanya.

Baca juga: Pemangkasan Hukuman Pinangki: Dinilai Janggal dan Lukai Upaya Pemberantasan Korupsi

Sementara itu, diketahui, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki selama 10 tahun penjara menjadi empat tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan penjara.

Salah satu pertimbangan majelis hakim meringankan hukuman, yaitu karena Pinangki dianggap sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya.

Hakim juga mempertimbangkan Pinangki adalah seorang ibu dari anak berusia empat tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.

Zaenur berpendapat, alasan majelis hakim untuk meringankan hukuman Pinangki karena memiliki anak balita juga tidak adil terhadap terdakwa perempuan dalam kasus-kasus lain.

Menurutnya, majelis hakim mencari-cari alasan dengan pertimbangan tersebut.

Baca juga: Pusako: Hukuman Jaksa Pinangki Semestinya Diperberat, Bukan Dipangkas

"Putusan hakim ini hanya berlindung di balik alasan Pinangki seorang perempuan yang memiliki anak. Padahal alasan yang memberatkan justru jauh lebih berat," tuturnya.

Karena itu, dia pun mendorong agar jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan permohonan kasasi di tingkat Mahkamah Agung.

Menurut Zaenur, hal ini tidak masalah meskipun jaksa penuntut umum menuntut Pinangki hanya empat tahun penjara di pengadilan tingkat pertama.

"Yang dijadikan dasar adalah putusan pengadilan tinggi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama. Bukan terhadap tuntutan. Jaksa harus banding. Kalau jaksa ogah banding, menolak banding, itu menjadi pertanyaan masyarakat," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com