JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah anggota Komisi X DPR RI menyampaikan keberatannya terhadap wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi sektor jasa pendidikan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim.
Hal tersebut disampaikan dalam rapat kerja Komisi X bersama Mendikbud-Ristek, Selasa (15/6/2021).
Salah satu anggota dari Fraksi PDI-P Sofyan Tan mengatakan, fraksinya menolak apabila pendidikan akan dikenakan PPN.
Ia pun meminta Nadiem melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait penolakan tersebut.
Baca juga: Soal PPN Sekolah, Kemenkeu Janji Tidak Akan Sebabkan Rakyat Susah Akses Pendidikan
"Kami meminta kepada Mas Menteri untuk melakukan hubungan, lobi terhadap Kemenkeu, bahwa kami Fraksi PDI-P menolak kalau pendidikan dikenakan pajak pertambahan nilai," kata Sofyan dalam rapat, Selasa (15/6/2021).
Senada dengan Sofyan, anggota dari Fraksi Partai Gerindra Djohar Arifin Husin juga menyampaikan hal yang sama terkait penolakan terhadap PPN pendidikan.
Menurut dia, Fraksi Partai Gerindra menolak keras jika pemerintah mewacanakan pengenaan PPN terhadap jasa pendidikan.
"Kami dari Fraksi Gerindra menolak keras adanya pajak pertambahan nilai di bidang pendidikan. Semestinya pendidikan tugas negara, tetapi masyarakat bisa membantu, justru malah dikenakan pajak. Sangat tidak bagus, mereka membantu pendidikan kita, malah dikenakan pajak," tegasnya.
Baca juga: Wacana PPN Jasa Pendidikan Dinilai Bertentangan dengan Cita-cita Bangsa
Ia menilai, dalam hal ini, seharusnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) dapat berusaha untuk bersama menghentikan wacana PPN pendidikan.
Djohar mengatakan, dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945) telah tertulis bahwa negara perlu membiayai pendidikan sekitar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dalam UUD 1945, untuk pendidikan itu 20 persen dari APBN, mestinya ada sekitar Rp 500 triliun lebih. Nah, ini hendaknya di bawah kontrol Kementerian Pendidikan, pelaksanaannya mungkin saja di kementerian lain, tetapi hendaknya di bawah kontrol Kementerian Pendidikan," ujarnya.
Anggota dari Fraksi Partai Nasdem Ratih Megasari Singkarru juga menyatakan penolakan apabila pemerintah mewacanakan PPN pendidikan.
Baca juga: PPN Pendidikan, Kesehatan, Asuransi, Itu Sudah di Luar Akal Sehat...
Ia berpandangan, wacana tersebut justru sangat aneh dimunculkan karena bertentangan dengan konstitusi.
"Fraksi Nasdem menolak apabila ada rencana pemerintah menaikkan pajak sekolah. Itu sangat absurd sekali menurut kami. Hal ini sangat kita sayangkan, bertentangan dengan konstitusi, dan juga kami harap ini tidak diberlakukan," tegas Ratih.
Untuk itu, dia berharap Nadiem Makarim dapat mengambil sikap yang sama dengan Komisi X DPR untuk tidak mendukung wacana tersebut.
Berlanjut, Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf menegaskan, pihaknya menolak wacana pengenaan PPN pendidikan.
Sebab, menurutnya semua sekolah saat ini sedang mengalami masa sulit akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai.
Baca juga: Anggota DPR Sebut Pengenaan Pajak Jasa Pendidikan Langkah Mundur
"Kami dari Fraksi Partai Demokrat tentu juga menolak apabila sekolah diberikan pajak, karena saat ini semua sekolah sudah megap-megap dan juga tidak mungkin untuk menambah beban kepada orangtua," kata Dede.
Diketahui, jasa pendidikan termasuk dalam daftar jasa yang akan dikenakan tarif PPN sebagaimana tertuang dalam draf Revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Namun, kebenaran akan hal tersebut belum dapat diketahui lantaran draf RUU KUP tersebut belum sampai ke tangan DPR.
Sebelumnya, draf RUU KUP itu diduga bocor kepada publik hingga polemik mengenai PPN pendidikan dan sembako bergulir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.