JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut bahwa pemerintah terus berupaya menghapus keberadaan pekerja anak di Indonesia.
Ia mengungkap, pihaknya telah melakukan penarikan pekerja anak dari berbagai jenis pekerjaan terburuk sejak 2008.
Tercatat, selama 2008-2020 terdapat 143.456 pekerja anak yang telah ditarik dari total 1,5 juta pekerja anak berumur 10-17 tahun.
“Kami di Kementerian Ketenagakerjaan serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya konkret guna mengurangi pekerja anak di Indonesia,” kata Ida melalui siaran pers yang dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Sabtu (12/6/2021).
Baca juga: Jumlah Pekerja Anak di Seluruh Dunia Naik hingga 160 Juta pada Laporan 2020
Selain itu, lanjut Ida, pemerintah juga telah meratifikasi Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 138 tentang usia minimum yang diperbolehkan bekerja melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999.
Substansi teknis yang ada dalam konvensi tersebut juga dituangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Ketenagakerjaan.
Ida mengatakan, pihaknya telah menempuh sejumlah upaya untuk menekan angka pekerja anak pada tahun 2021 ini.
Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan kelompok rentan, agar peduli pada pemenuhan hak anak dan tidak melibatkan anak dalam pekerjaan berbahaya.
Baca juga: Potret Pekerja Anak di Industri Kelapa Sawit, Tak Sekolah hingga Diselundupkan ke Malaysia
"Hal ini dilakukan di antaranya melalui supervisi ke perkebunan kelapa sawit dan perkebunan tembakau," ujar Ida.
Kedua, melakukan koordinasi dan asistensi untuk mengembalikan anak-anak ke pendidikan dengan menggunakan berbagai pendekatan.
Ketiga, memberikan pelatihan pada pekerja anak dari kelompok rentan (putus sekolah dan keluarga miskin) dalam program pelatihan berbasis komunitas dan pemagangan pada lapangan pekerjaan.
Keempat, memfasilitasi intervensi bantuan sosial atau pelindungan sosial pada kelompok buruh dan keluarga miskin yang terdampak Covid-19 yang memiliki kerentanan terhadap anggota keluarga untuk menjadi pekerja anak.
Selanjutnya, melakukan supervisi/pemeriksaan ke perusahaan yang diduga mempekerjakan anak. Kemudian, melakukan sosialisasi tentang norma kerja anak kepada para stakeholder.
Langkah terakhir yakni pencanangan zona/kawasan bebas pekerja anak di Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Ida mengakui bahwa hingga saat ini masih terdapat anak yang belum mendapat hak mereka secara penuh, terutama yang terlahir dari keluarga miskin.
“Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak-anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan atau bahkan terjerumus dalam bentuk-betuk pekerjaan terburuk untuk anak yang sangat merugikan keselamatan, kesehatan, dan tumbuh kembang anak,” kata Ida.
Ida pun mengajak semua pihak mendukung upaya pemerintah dalam menekan angka pekerja anak di Tanah Air.
“Stop pekerja anak, mari dukung upaya pemerintah dengan meningkatkan kepedulian kepada anak-anak sekitar kita,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.