JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak rencana pemerintah yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan dan barang kebutuhan pokok atau sembilan bahan pokok (sembako).
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal mengatakan, rencana memungut pajak tersebut merupakan tindakan yang tidak tepat.
"Dalam pandangan kami, inisiatif pemerintah dalam hal upaya meningkatkan pajak, namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan dan sembako adalah tindakan yang tidak tepat," kata Helmy dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2021).
Baca juga: Soal Rencana Sembako Kena PPN, Stafsus Menkeu: Pemerintah Satu Barisan dengan Pedagang Pasar
Helmy menambahkan, sebaiknya dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana. Ia mengingatkan pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang justru menjauhkan diri dari spirit dan cita-cita luhur bangsa.
"Maka, janganlah kebijakan pemerintah nantinya justru akan menjauhkan dari spirit & cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam UUD 1945," ujarnya.
Terkait pajak pendidikan, Helmy mengingatkan pemerintah akan salah satu cita-cita luhur bangsa yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut dia, semangat dalam UUD 1945 haruslah terwujud melalui kebijakan yang berpihak pada rakyat, salah satunya tidak menghambat pendidikan anak bangsa.
"Sebagai salah satu amanat luhur. Sudah semestinya pendidikan harus diselenggarakan dengan watak inklusif. Siapapun memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan," ujar dia.
"Maka, harapan bagi terwujudnya education for all (pendidikan untuk semua) adalah suatu keniscayaan," sambungnya.
Berkaca pada wacana pengenaan pajak tersebut, pemerintah diminta lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan.
Dia mengatakan hal itu karena wacana tersebut juga menyangkut pengenaan pajak terhadap sembako. Padahal, sembako termasuk dalam kategori yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas.
Baca juga: Polemik PPN Sembako, DPR: Kita Tak Tahu Itu Draf RUU KUP atau Bukan
"Sebagai dasar pengambilan keputusan Pemerintah harus berpijak pada filosofi bahwa setiap kebijakannya berbasis pada kemaslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih disebutkan “tashorruful Imam al? raiyyah manthun bil maslahah” (kebijakan seorang leader harus didasarkan pada kemaslahatan bagi rakyat)," tutur Helmy.
Rencana pengenaan PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan diketahui setelah bocornya draf perubahan kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Aturan tentang PPN sebelumnya telah diubah dalam UU Cipta Kerja, yang menggantikan sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 terkait PPN.
Pada UU Cipta Kerja, diatur bahwa perubahan Pasal 4A UU Nomor 8 Tahun 1983 masih memasukkan "barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dikecualikan dari PPN. Namun, dalam Pasal 44E draf perubahan kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 itu menghapus sembako dikecualikan dari pengenaan PPN.
Sementara itu, jasa pendidikan juga termasuk dalam daftar jasa yang akan dikenakan tarif PPN sebagaimana tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.