JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian menolak rencana pemerintah mengenai pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau sekolah.
Ia menolak hal tersebut karena menilai, pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia dan bagian dari tujuan penyelenggaraan negara yang dijamin konstitusi.
"Jika jasa pendidikan dikenakan pajak, hal ini akan bertentangan dengan cita-cita dasar kita untuk mencerdaskan bangsa berdasarkan keadilan sosial," kata Hetifah dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2021).
Baca juga: Soal Rencana Pengenaan PPN pada Sembako, Presiden PKS: Mencederai Rasa Keadilan
Adapun rencana pemerintah tersebut diketahui publik karena bocornya rancangan draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Hetifah mengatakan, saat ini saja, tanpa dikenakan pajak, banyak sekolah yang sudah kesulitan dalam menyelenggarakan kegiatan operasionalnya.
Dia menyayangkan dana BOS yang masih belum mencukupi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar berkualitas.
"Guru honor banyak yang belum mendapat upah yang layak. Tak jarang, pungutanpun dibebankan pada orangtua siswa," ucapnya.
Baca juga: Pengenaan PPN Tambah Beban Berat Sekolah
Hetifah menambahkan, atas hal tersebut, kemungkinan kondisi yang semakin parah bisa terjadi apabila PPN diterapkan.
Ia menyadari, pemerintah memang membutuhkan banyak dana untuk pembangunan di masa pandemi.
"Kemarin saya baru saja mengikuti konsinyering dengan Kemendikbudristek. Banyak anggaran yang dipangkas untuk penanganan pandemi. Selain itu, penerimaan negara juga lebih sedikit," kata dia.
Namun, menurut Hetifah, hal tersebut bukan menjadi alasan untuk pemerintah lantas memungut pajak dari sektor pendidikan.
Sebaliknya, pemerintah dinilainya harus menambah anggaran untuk pendidikan, bukan justru memunguti pajak.
Baca juga: Rencana Sembako Kena PPN, Pimpinan DPR Minta Pemulihan Ekonomi Tanpa Bebani Rakyat
Ia menyarankan, apabila pemerintah ingin menggali sumber dana, dapat melalui sektor-sektor lain seperti menerapkan pajak progresif.
Hetifah pun menilai wacana mengenakan pajak untuk sektor pendidikan justru bertentangan dengan visi misi pemerintahan saat ini.
"Visi dan Misi pemerintahan saat ini salah satunya adalah Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia melalui reformasi Pendidikan yang dapat terjangkau oleh semua masyarakat Indonesia," ujarnya.
"Jika PPN pendidikan ini diterapkan, maka akan sangat kontradiktif dan menghambat tercapainya visi misi tersebut. Harus kita kawal agar jangan sampai terjadi," kata dia.
Diberitakan, jasa pendidikan termasuk dalam daftar jasa yang akan dikenakan tarif PPN. Hal itu terungkap dari bocornya draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Selain sektor pendidikan, beberapa sektor lain yang akan dikenakan PPN antara lain kebutuhan pokok (sembako), jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, hingga jasa keuangan dan jasa asuransi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.