Singgung pencitraan
Megawati juga menekankan, kepemimpinan strategik tak bisa berdiri atas dasar pencitraan. Menurutnya, kepemimpinan strategik harus turun langsung ke lapangan dengan rakyat kecil.
Ia pun mengutip peneliti asal Amerika Serikat Jim Collins yang menyebut kepemimpinan strategik berprinsip membangun organisasi jauh lebih penting daripada sekadar popularitas diri.
Ketum PDI-P itu mengingatkan, kepemimpinan strategik membutuhkan kerja turun ke bawah di mana langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Baca juga: Megawati: Ada yang Bilang Saya Memuji Diri Sendiri...
"Sebab, ukuran kemajuan suatu bangsa, parameter ideologis justru diambil dari kemampuan negara di dalam mengangkat nasib rakyat yang paling miskin dan terpinggirkan," ujar Megawati.
"Itulah tanggung jawab etik dan moral terbesar seorang pemimpin: menghadirkan terciptanya keadilan sosial," kata dia.
Oleh karena itu, Megawati mengajak seluruh elemen di jajaran pemerintahan untuk mengambil hikmah dari kepemimpinan strategik guna melayani rakyat.
Sulit disiplin, tetapi gotong royong tinggi
Masih menyampaikan orasi ilmiah, Megawati menilai bahwa orang Indonesia banyak yang sulit untuk disiplin.
Akan tetapi, orang Indonesia disebut Megawati memiliki nilai gotong royong yang tinggi, terlebih di masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Megawati Mengaku Pernah Minta Jokowi Tambah Personel TNI-Polri
Atas dasar tersebut, kata dia, Indonesia termasuk salah satu negara yang mampu bertahan menghadapi pandemi Covid-19.
"Kita ini boleh dipikir masih bisa bertahan lho kalau urusan itu kena penyakitnya. Saya bilang kepada Pak Jokowi, orang Indonesia itu sekarang memang enggak bisa disiplin, Pak, karena mereka membuat, apa barangkali, dari ilmu psikologi sedang merasakan kemerdekaannya," tutur Megawati.
Terkait sifat gotong royong yang tinggi, Megawati mengambil contoh masih banyaknya kelompok masyarakat muda yang patungan mengumpulkan uang untuk diberikan sumbangan kepada masyarakat kecil di tengah pandemi.
"Belum lagi saya lihat anak-anak muda seperti bikin grup-grup gitu, bikin nasi-nasi bungkuslah, iuran uangnya, lalu mencari seperti pemulung, itu saya lihat loh, bukannya tidak saya lihat. Yang namanya gotong royong itu memang budaya kita," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.