JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyebut tiga dampak yang timbul jika pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanggar kode etik.
Dalam hal ini terlibat dalam komunikasi dengan pihak-pihak yang beperkara.
Dampak yang pertama menurut Zaenur adalah dapat gagalnya upaya pengungkapan tindak pidana korupsi yang sedang didalami oleh lembaga antirasuah itu.
“Kalau pimpinan KPK berkomunikasi dengan pihak yang beperkara, maka risiko yang pertama adalah terjadinya kebocoran informasi. Sehingga, dapat menggagalkan upaya penindakan yang dilakukan KPK,” jelas Zaenur pada Kompas.com, Jumat (11/6/2021).
Baca juga: Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Lili Pintauli, Tuduhan dan Bantahannya
Adapun dampak kedua adalah timbul konfik kepentingan yang terkait dengan tindakan memperdagangkan informasi.
“Kedua bisa timbul konflik kepentingan dengan memperdagangkan informasi terhadap pihak-pihak yang beperkara dengan KPK,” sambungnya.
Dampak yang ketiga, lanjut Zaenur, adalah terkait kepercayaan pada KPK itu sendiri.
Tindakan pimpinan KPK yang terbukti melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang beperkara akan memunculkan kecurigaan, baik di internal lembaga antirasuah itu sendiri maupun ketidakpercayaan dari masyarakat.
“Ketiga, menimbulkan kecurigaan jika pimpinan KPK berkomunikasi dengan pihak-pihak yang beperkara, kecurigaan di internal KPK maupun dari masyarakat pada pimpinan KPK. Kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum terkait pemberantasan korupsi bisa terganggu,” pungkas dia.
Baca juga: Saat Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar Diduga Menekan dan Berkomunikasi dengan Tersangka...
Diketahui saat ini salah satu pimpinan KPK yaitu Lili Pintauli Siregar sudah dilaporkan pada Dewan Pengawas (Dewas) atas dugaan pelanggaran kode etik.
Adapun para pelapor yaitu Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko dan dua penyidik KPK, yakni Novel Baswedan dan Rizka Anungnata, menduga Lili terlibat dalam komunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial.
M Syahrial adalah tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju.
Sujanarko memaparkan dua dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili. Pertama, Lili diduga menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial.
Baca juga: Profil Lili Pintauli, Pimpinan KPK yang Diduga Bocorkan Perkembangan Kasus ke Tersangka
Kedua, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPk untuk menekan M Syahrial soal penyelesaian kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai.
Tidak kali pertama terjadi
Laporan tentang Pimpinan KPK bertemu dengan pihak yang sedang beperkara tidak kali ini saja terjadi.
Dalam catatan Kompas.com, pada tahun 2019, Ketua KPK Firli Bahuri pernah melakukan pelanggaran kode etik berat yang disebabkan oleh pertemuannya dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi atau yang dikenal dengan panggilan Tuan Guru Bajang (TGB).
Semestinya Firli tidak menemui TGB karena saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Kala itu Firli terbang ke NTB dengan uang pribadi dan tanpa izin surat tugas yang diteken oleh KPK.
Saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, pada tahun 2018, Firli juga pernah melanggar kode etik berat karena menjemput saksi kasus perimbangan yang hendak diperiksa di lobi KPK.
Saksi itu adalah Wakil Ketua BPK Bahrullah dan auditor utama BPK I Nyoman Wara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.