JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan memberlakukan tax amnesty jilid 2.
Iqbal menilai rencana tersebut merupakan sifat kolonialisme para penjajah.
"Kami mengecam keras rencana untuk memberlakukan tax amnesty dan menaikkan PPN sembako. Ini adalah cara-cara kolonialisme. Sifat penjajah,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Jumat (11/6/2021).
Baca juga: Ironi Kebijakan Pajak Era Jokowi: Bebani yang Miskin, Ringankan yang Kaya
Menurut Iqbal, sangat tidak adil apabila orang kaya diberi relaksasi pajak.
Ia mengatakan, ada produsen mobil untuk beberapa jenis tertentu yang diberi pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga 0 persen.
Akan tetapi, untuk rakyat kecil, sembako justru dikenakan kenaikan pajak.
Iqbal menegaskan, kaum buruh akan melakukan perlawanan jika rencana menaikkan PPN sembako ini tetap dilanjutkan.
Baca juga: Rencana Pengenaan PPN Sembako: Bebani Masyarakat dan Waktunya Tidak Tepat
Ia kemudian menilai rencana kenaikan PPN ini akan merugikan masyarakat karena akan membuat harga barang menjadi mahal.
"Sudahlah kaum buruh terjadi PHK di mana-mana, kenaikan upahnya dikurangi dengan omnibus law, nilai pesangon yang lebih kecil dari peraturan sebelumnya, dan pembayaran THR yang masih banyak dicicil, sekarang dibebani lagi dengan harga barang yang melambung tinggi akibat kenaikan PPN," ujar dia.
Selain menolak kenaikan PPN, KSPI juga menolak pemberlakukan tax amenesty jilid 2.
Menurut Iqbal, tax amnesty jilid 1 yang diterbitkan tahun 2016 sudah ditolak oleh buruh dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Sejumlah Fraksi di DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Rencana Tax Amnesty Jilid II
Ia berpandangan, salah satu pertimbangan adanya tax amnesty ini bertujuan meningkatkan pendapatan negara dari harta kekayaan orang kaya yang tersimpan di luar negeri.
"Tetapi faktanya sampai hari ini, apa yang disampaikan bertolak belakang. Tax amnesty jilid 1 tidak sesuai dengan harapan. Buktinya ABPN tetap defisit, pajak tidak sesuai target yang diharapkan, dan sekarang pertumbuhan ekonomi negatif," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak melalui revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Baca juga: Rencana Pengenaan PPN Sembako: Bebani Masyarakat dan Waktunya Tidak Tepat
Adapun, PPN sedianya diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1983, namun kemudian diubah dalam UU Cipta Kerja. Dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako termasuk objek yang tak dikenakan PPN.
Namun, aturan baru yang disiapkan Kementerian Keuangan menghapus ketentuan itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menepis anggapan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan pemulihan ekonomi karena adanya rencana pengenaan PPN pada sembako.
Ia mengklaim, setiap kebijakan pajak yang diambil oleh pemerintah akan mempertimbangkan situasi pandemi dan pemulihan ekonomi.
Sri Mulyani juga mengatakan, pemerintah tidak akan menjalankan kebijakan yang berdampak buruk pada pemulihan ekonomi.
"Kemudian (rencana PPN sembako) di-blow up seolah-olah menjadi sesuatu yang bahkan tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal hari ini fokus kita itu memulihkan ekonomi," kata Sri Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.