Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Minta Pimpinan KPK Tidak Bersembunyi dari Permasalahan TWK

Kompas.com - 11/06/2021, 09:44 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menghindar dari permasalahan terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dijalani oleh para pegawainya.

Pernyataan itu disampaikan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menanggapi statement Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mempertanyakan kejelasan terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti apa yang akan diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kepada KPK.

“ICW mendesak agar pimpinan KPK tidak bersembunyi atau kabur dari permasalahan TWK yang jelas dan terang benderang melanggar HAM 75 pegawai,” tegas Kurnia dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Kamis (10/6/2021).

Kurnia menilai bahwa pertanyaan Ghufron tentang dugaan pelanggaran HAM pada TWK itu absurd.

Sebab, lanjut Kurnia, selama satu bulan terakhir sudah banyak kesaksian dari 75 pegawai KPK non-aktif tentang berbagai pertanyaan yang bermasalah dalam proses TWK tersebut.

Baca juga: Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM, Wakil Ketua KPK Ogah Disebut Mangkir

“Pernyataan Ghufron yang mempertanyakan pelanggaran HAM TWK juga sangat absurd. Betapa tidak, selama satu bulan terakhir sudah terlalu banyak kesaksian 75 pegawai KPK non-aktif perihal pertanyaan yang diajukan saat mengikuti TWK,” ucapnya.

“Mayoritas pertanyaan yang diajukan tidak relevan, menyinggung ranah pribadi, bahkan melecehkan perempuan,” sambung Kurnia.

Kurnia menuturkan bahwa semestinya pimpinan KPK menghargai dan memenuhi panggilan dari Komnas HAM.

Ia meminta agar pimpinan KPK hadir dalam pemanggilan kedua yang diberikan oleh Komnas HAM pada Selasa (15/6/2021) pekan depan.

“Jika kemudian panggilan selanjutnya tidak juga datang, maka lebih baik mereka berlima mengundurkan diri saja sebagai pimpinan KPK,” imbuh dia.

Adapun polemik pengadaan TWK di tubuh KPK masih terus terjadi hingga saat ini. Banyak pihak menilai bahwa pelaksanaan TWK memiliki muatan pelanggaran HAM.

Hasil TWK sendiri digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengangkatan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Baca juga: Wakil Ketua KPK Klaim Penyusunan Peraturan soal TWK Transparan

Diberitakan sebelumnya bahwa KPK telah melantik 1.271 pegawainya yang lolos TWK. Sementara itu, 51 pegawai dinyatakan tidak dapat menjadi ASN karena dianggap memiliki rapor merah.

Sedangkan 24 pegawai sisanya masih diberi kesempatan untuk menjadi ASN dengan syarat mesti lolos pendidikan wawasan kebangsaan.

Komnas HAM turut serta dalam penyelidikan dugaan pelanggaran HAM pada proses TWK karena mendapatkan laporan dari perwakilan pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS).

Sebab, 51 pegawai itu dinyatakan mesti berhenti bekerja untuk KPK meskipun sudah bekerja bertahun-tahun di lembaga antirasuah itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com