JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Fatia Maulidiyanti, menilai proses penyusunan draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak transparan dan mandek.
Sebab, menurut Fatia, masyarakat tidak mengetahui apakah ada proses penyusunan atau drafting RKUHP selain draf RKUHP edisi September 2019.
"Jadi sebenarnya prosesnya juga selain tidak transparan, tapi mandek, dan kita enggak tahu sampai hari ini apakah sebenarnya ada proses drafting yang lain," kata Fatia dalam diskusi virtual, Kamis (10/6/2021).
Baca juga: Draf RKUHP yang Sarat Kritik dari Publik dan Mendadak Diajukan Pemerintah ke DPR
Fatia pun mengatakan, hingga saat ini, pihaknya hanya menerima draf RKUHP edisi September 2019.
Ia pun berpandangan, hal itu merupakan indikator tidak adanya keterbukaan kepada publik terkait penyusunan RKUHP.
"Dan kami cuma dikasih yang namanya draf dari September 2019 sehingga sebenarnya menunjukkan bahwa adanya proses tidak transparan, sehingga tidak ada keterbukaan terhadap publik," ujar dia.
Oleh karena itu, Fatia pun mengajak seluruh elemen masyarakat mengawal proses penyusunan dan pengesahan draf RKUHP.
Baca juga: Pemerintah Segera Usulkan RKUHP Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Ia tidak ingin, pembahasan dan pengesahan RKUHP nantinya akan seperti proses penyusunan dan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai tertutup.
"Jadi kita harus benar-benar mengawal soal pembentukan ataupun pengesahan RKUHP ini. Jangan sampai pada akhirnya kecolongan seperti omninbus law," ujarnya.
Sebelumnya, beredar draf RKUHP yang masih berisikan sejumlah pasal kontroversi.
Namun ternyata, hingga saat ini pemerintah dan DPR belum kembali membahas rencana RKUHP setelah batal disahkan pada September 2019 lalu akibat masifnya penolakan publik.
Baca juga: Sosialisasikan Draf RKUHP ke 11 Daerah, Yasonna Klaim Dapat Respons Positif