Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penghinaan Presiden Disebut Bertentangan dengan Kovenan Hak Sipil dan Politik

Kompas.com - 10/06/2021, 11:57 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masuknya pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai bertentangan dengan Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai, pasal penghinaan presiden berlawanan dengan Kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 tahun 2005 tentang tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.

"Berdasarkan Laporan Khusus PBB 20 April 2010 tentang the promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression, dinyatakan hukum internasional tentang HAM melindungi individu dan kelompok orang bukan suatu hal yang abstrak atau institusi yang berhak untuk diberikan kritik dan komentar," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, mewakili aliansi dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6/2021).

Baca juga: Pro dan Kontra di DPR soal Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP

Isnur menuturkan, pasal tersebut sejatinya ditujukan untuk kepala negara, bukan kepada kepala pemerintahan (lesse majeste).

Menurutnya, rumusan pasal tersebut sama dengan konsep kejahatan yang ada dalam Pasal 134 dan Pasal 137 ayat (1) KUHP yaitu penghinaan presiden.

Hal ini merupakan warisan kolonial Belanda yang pada awalnya digunakan untuk memproteksi martabat dari raja atau ratu di Belanda.

Selain itu, pasal tersebut juga sudah dihapus Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan 013-022/PUU-IV/2006.

Di mana MK menyatakan sudah tidak relevan jika dalam KUHP Indonesia masih memuat pasal penghinaan presiden.

"Yang menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum," tegas Isnur.

Baca juga: Dituding Berubah Sikap Soal Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud: Agak Ngawur!

Dalam draf RKUHP yang diterima Kompas.com, ketentuan pidana mengenai penghinaan presiden tercantum pada pasal 218 ayat (1).

"Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi pasal dan ayat tersebut.

Selain itu, Pasal 353 RKUHP juga mengatur soal ancaman hukuman pidana bagi seseorang yang menghina kekuasaan umum atau lembaga negara.

"(1) Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. (3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina," demikian bunyi Pasal 353 RKUHP.

Baca juga: Soal Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP, Pimpinan Komisi III: Menghina Siapa Pun Dilarang

Ancaman pidana itu dapat lebih berat apabila dilakukan melalui sarana teknologi informasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 354 RKUHP.

"Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III," demikian bunyi Pasal 354 RKUHP.

Namun, draf RKUHP tersebut merupakan draf yang disepakati oleh pemerintah dan DPR pada September 2019 yang akhirnya batal disahkan akibat masifnya penolakan masyarakat.

"Itu draf kesepakatan tahun 2019 yang batal disahkan," kata Kepala Bagian Humas Kemenkumham Tubagus Erif, saat dihubungi, Senin (7/6/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com